Reviews

Dua Garis Biru by Gina S. Noer, Lucia Priandarini

asadnq's review against another edition

Go to review page

2.0

for some reason this book reminds me of a quote from Monte Cristo: "happiness blinds, more than pride".

neshasurya's review

Go to review page

4.0

jarang-jarang suka film sekaligus bukunya nih. plotnya tetep satsetsatset meskipun harus diakui ada beberapa adegan yg lebih detail. suka. 

ossyfirstan's review against another edition

Go to review page

4.0

Aku suka tulisan Kaka Lucia di Posesif, dan aku pun suka tulisan beliau di sini. Mengalir, kekinian. Aku belum menonton filmnya, tapi kurasa pesan-pesan dan hal-hal yang ingin disampaikan di film pun lancar dituturkan di sini. Kusuka, dibaca sekali duduk dan selesai. Sukses untuk penulis ^^
65-2019

dreeva's review against another edition

Go to review page

3.0

190 - 2019

Karena belum nonton filmnya, maka gak apa baca bukunya dulu, walopun buku ini memang novelisasi dari film Dua Garis Biru yang rame banget diomongin Juli lalu.

Saya merasakan emosi dari berbagai tokoh, terlebih para ibu, ibunya Dara dan ibunya Bima, ya karena saya juga seorang ibu. Rasa gagal sebagai seorang ibu terasa sekali dari ibunya Dara. Sayangnya, saya merasakan buku ini terlalu terburu-buru dibikin dan diselesaikan, jadi kayaknya kurang penuh bisa disampaikan. Saya yakin, filmnya akan lebih terasa konfliknya dan emosinya.

vampicuore's review

Go to review page

5.0

Satu buku yang bila udah mulai dibaca, nggak bisa diletak lagi. Ini review dari seorang pembaca yang masih belum berkesempatan menonton filemnya.

Bukan seorang Indonesian, tapi sangat suka akan buku bukunya. Bahasa novelnya bagus, tidak berleretan, ringkas tapi jelas dan masih boleh memberi bayangan kepada para pembaca.

Dari awal sampai ke halaman akhir, karakter Bima tidak pernah tidak membuatkan saya sang pembaca tergamam sendiri. Terlihat jelas perkembangan karakternya dari seorang anak SMA nakal terus perlahan-lahan belajar arti dewasa dan tanggungjawab. Karakternya menyedarkan aku, kadang lelaki itu juga bisa punya kasih sayang lebih dari seorang perempuan yang selama ini sering didefinisikan dengan kelembutan dan kasih sayang. Seorang yang bersederhana dari kehidupan yang sederhana tapi tumbuh peribadi dan karakternya jauh dari sederhana. Bukan saya tidak suka karakter Dara, cuma ngerasa lebih dekat dan mengerti akan Bima (Ironinya saya seorang perempuan

nuifebrianti's review

Go to review page

4.0

Banyak detail yang kubutuhkan terjawab di buku ini. Aku juga suka gaya nulisnya Mbak Rini yang SPJ (singkat-padat-jelas) hehe

gabrielle's review

Go to review page

4.0

Alurnya termasuk cepat, wajar sih, karena cuma 200-an halaman dan bacanya juga gak butuh waktu lama karena gaya nulisnya enak buat dibaca, gak butuh waktu lama juga untuk masuk ke konflik sampai berakhir ke penyelesaian ceita ini, jadi gak ada waktu buat ngasih jeda untuk berhenti membaca.

Yang jelas cerita ini fiksi banget hahaha, aku nggak yakin ada cowok yang bisa kayak Bima, yang tiba-tiba harus jadi Ayah di umur 17 tahun dan mengambil perannya dengan lumayan serius. Kalau beneran ada sih wow. Sedangkan untuk karakter Dara masih termasuk realistis, walaupun bisa dibilang egois, tapi menurutku dia memang berhak untuk mengambil pilihan itu sebelum jadi Ibu sepenuhnya.

Kalau kalian gak sempet nonton filmnya kayak yang aku alami, novel ini bisa jadi gambaran yang cukup bagus untuk dinikmati~
More...