Reviews

Cirkusdirektörens dotter by Jostein Gaarder

sophelee's review against another edition

Go to review page

5.0

One of my favourites since forever

oneshinyapple's review against another edition

Go to review page

3.0

One of the most depressing things I have ever read. The ending was kind of hopeful, with the way it was left hanging, but still pretty depressing. The main character was incredibly disconnected with the world for most of the book, I felt awful. The book was well written and interesting, but I really don't think I'll read it again.

milutin's review against another edition

Go to review page

3.0

Veoma lepo napisana knjiga, ali nazalost celokupan utisak kvare
previse predvidljivi twist i zavrsetak koji
bi mozda i sokirali nekoga ko je procitao manje od 3 knjige
u zivotu, a ja sam sticajem okolnosti procitao 4.

japanesecat's review against another edition

Go to review page

emotional inspiring mysterious reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5

yanying's review against another edition

Go to review page

4.0

Dazzling.

makabra's review against another edition

Go to review page

4.0

Muy interesante punto de vista sobre el panorama cultural de Noruega. Me he sentido identificada con el protagonista un par de veces. Los personajes son sordidamente grises, dejando una sensación de cuento inconcluso para adultos. El final me chirrió un poco al ser abierto, pero no me pareció malo.
¿Se podría calificar de surrealismo mágico?

booksaremyparadise's review against another edition

Go to review page

1.0

I liked the concept of the story, but there is not much plot happening in this book. Like, no plot at all. Everything you need to know is already written on the back, except for the end, but that was predictable as well. I don't know, I just feel like I missed the point of this book .

hzboy's review against another edition

Go to review page

3.0

"Kita sangatlah kaya tak berhingga akan kesan-kesan kehidupan, pengakuan, kenangan, dan hubungan satu sama lain. Tetapi, pada saat berpisah, segalanya luruh dan lenyap, terlupakan."


Jostein Gaarder barangkali terkenal dengan buku tebalnya Dunia Sophie (Sophie's World) yang sayangnya bahkan belum pernah aku baca. Perkenalanku dengan Gaarder malah melalui House of Tales, sebuah novel yang kurang dari 200 halaman.

Premisnya cukup membuat penasaran. Memangya, pesan apa sih yang dikirimkan oleh Marianne? Sampai-sampai Albert harus "mengurung diri" di Rumah Dongeng. Apakah Marianne meminta cinta Albert kembali dan menggugat Eirin?

House of Tales diceritakan dari sudut pandang orang pertama. Siapa lagi kalau bukan Albert. Dengan gaya penceritaan yang maju mundur, barangkali pembaca akan merasa kebingungan ketika berusaha menjejak buku ini. Gaarder tidak mengenalkan siapa Christian, siapa June, dan siapa Sarah. Tapi ketiga nama itu muncul sejak awal (selain nama Eirin dan Mariane, tentunya).

Tapi mungkin itulah maksud Gaarder. Ia sengaja mengajak pembaca untuk ikut "berjalan-jalan" melalui kenangan dan cara pikir tokoh utama, Albert. Alur yang maju mundur itulah kuncinya.

Albert berkisah tentang pertemuannya dengan Eirin. Tentang bagaimana mereka berdua menemukan Rumah Dongeng dan mengapa dijuluki seperti itu. Semakin masuk ke dalam cerita, Albert mulai membahas tentang konflik yang pernah terjadi antara dirinya dengan Eirin. Hingga berangsur-angsur tentang rahasia yang tidak pernah diketahui Eirin sebelumnya.

Pesan yang dikirimkan oleh Mariane hanyalah sebuah awalan dari terbukanya tabir rahasia yang selama ini disimpan Albert. Dari situ, Albert mulai mempertanyakan keputusan-keputusan yang diambilnya. Termasuk, pertemuannya dengan Eirin. Memiliki Christian hingga Sarah. Tapi dari situ, pembaca diajak untuk berada pada posisi Albert: mempertanyakan kehidupan dan eksistensinya selama ini.

Dalam House of Tales, meski dibuka dengan kisah cinta dan hubungan asmara nan romantis, ternyata Gaarder menyimpan pesan tersirat. Diangkat secara perlahan melalui percakapan monolog Albert dengan batinnya sendiri yang sebenarnya cukup menggugah hati pembaca. Bagaimana jika pembaca mendapatkan pesan yang sama seperti yang diterima oleh Albert?

Tetapi di sisi lain, Gaarder menampilkan cerita mengenai "harapan." Bahwa pertolongan pasti ada, harapan akan memberikan jalan dan solusi asalkan kita mau membuka diri terlebih dahulu.

Ahya uniknya lagi, Gaarder menggunakan analogi kisah Goldilocks dan Tiga Beruang terhadap apa yang dialami oleh Albert dan Eirin. Analogi tersebut memperkenalkan pembaca dengan alam semesta ciptaan Gaarder, yang tampaknya menjadi salah satu tulisan khasnya: filsafat.

"Kita memiliki otak yang sesuai dengan alam semesta yang kita tinggali ini; yang lengkapnya seperti alam semesta itu sendiri, dan malah bisa disebut sebagai adik kecil dari alam semesta."


House of Tales memang bisa dihabiskan dalam sekali duduk. Tipis, tidak sampai 200 halaman dan ditambah ukuran huruf yang cukup besar membuat proses membaca menjadi cepat. Tetapi bagiku, pemikiran Albert terhadap kehidupan belum membuatku ikut merenung bersamanya. Boleh dicoba sebagai awalan mengenal karya-karya Gaarder.

journeyingjo's review against another edition

Go to review page

4.0

very clever, but somewhat difficult to read.