Reviews tagging 'Infertility'

Origin by Dan Brown

1 review

renpuspita's review against another edition

Go to review page

adventurous challenging mysterious tense fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

3.0

 NANGGUNG

Itulah perasaan yang gue rasakan abis baca Origin. Walau banyak mutual Goodreads yang suka dan menyanjung, tapi review Qui dan Mba Astrid seengganya mewakili apa yang gue pikirkan. Tidak ada yang benar - benar baru dari apa yang ditawarkan Dan Brown pada novel terakhirnya ini karena walau Brown mengulik sebuah pertanyaan yang menggelitik pada dasarnya temanya tuh ya sama aja. Agama vs Sains. Tema yang udah dipake di Angels and Demons (sama plek ketiplek malah), The Da Vinci Code dll.

Tidak cuma tema, tapi arketipe dasar dari novel - novel yang ada Robert Langdon ya dipake lagi sama Brown. Topik yang mencengangkan (kali ini tentang teori evolusi dan asal mula), terbunuhnya karakter yang penting (Edmond Kirsch, sang futuris yang mengemukakan teori tentang asal mula kehidupan), tokoh wanita pendamping (Ambra Vidal, yang juga tunangan calon Raja Spanyol), pembunuh fanatik (yang mengingatkan pada Silas di The Da Vinci Code), peran gereja, kejar - kejaran berpacu dengan waktu, jalan - jalan menyelusuri taman, eh museum dan bangunan bersejarah di Spanyol, pencarian password dan kode - kode serta simbol yang sayangnya itu kode dan simbol kayaknya makin sedikit saja. Tak lupa penjelasan panjang lebar sangat scientific yang bikin gue bengong abis baca.

Too ambitious, itu yang gue rasakan dari Origin. Sayangnya ambisi Dan Brown terkesan nanggung. Setelah menggebu - gebu perdebatan sains vs agama dan kali ini juga Edmond itu orangnya atheis, om Brown seakan malu-malu ingin bilang "eh walau aku nulis ini dengan mengecam agama - agama (terutama agama Samawi) dan kesannya sains itu lebih unggul, sebenarnya agama dan sains itu saling melengkapi kok." Yah, persis kayak Angels and Demons. Ini apa Dan Brown udah kehabisan bensin atau ide lagi gue udah ga tahu deh. Penemuan Edmond tentang dua pertanyaan penting "Darimana kita berasal?" dan "Kemana kita akan pergi?" pada akhirnya hanya mengutarakan apa yang sebenarnya sudah pasti arahnya kemana. Jadi bisa dibilang antiklimaks? Ya bisa jadi, meski gue sendiri mengagumi cara - cara Dan Brown mengecam fanatisme agama dan juga pandangan utopianya akan keberlangsungan manusia yang nantinya akan berdampingan dengan teknologi. Apakah yang ditulis sama Dan Brown di Origin akan jadi kenyataan? Apalagi tentang teknologi A.I? Ya bisa jadi sih. Headset konduksi tulang yang dipakai Langdon yang menghubungkannya dengan Winston, A.I cerdas buatan Edmond itu juga sudah sering dipakai sekarang. Tapi apakah visi utopia yang ditulis Dan Brown akan benar - benar TERWUJUD? Mungkin kalau di dunia maju ya gue bisa bilang iya, tapi kalau di negara Konoha, eh, Indonesia mungkin kita akan cemas dulu menuju masa depan :P.

Gue ngerasa Langdon lama - lama berasa kayak Gary Stu, paham segala hal. Gue tahu bahwa Dan Brown menulis Langdon karena dia merasa Langdon itu ya dirinya, tapi Langdon yang aslinya Professor ahli Bahasa dan Simbol tahu - tahu paham fisika itu gue kayak err gimana ya. Jadi berasa serba tahu? Jujur gue lebih pengen lihat Langdon bahas tentang simbol - simbol atau interpretasi lukisan, karya seni, etc. Makanya perjalanannya ke Casa Mila dan Sangrada Familia itu bikin gue merasakan "ah, ini lho yang gue cari dari cerita - cerita Langdon. Jalan-jalannya!" Deskripsi tentang beberapa bangunan sejarah di Spanyol memang sangat kaya dan walau jadi kayak berasa baca wiki untuk beberapa bagian, toh tetap tidak menghilangkan rasa penasaran dan ingin siapa tahu suatu saat bisa kesana. Sayangnya, chemistry Langdon sama sidechicknya terasa kurang. Gue kayak merasa Ambra ada hanya karena situasi saja dan bahkan perasaan Ambra yang tiba - tiba muncul ke Langdon menjelang akhir cerita bikin gue "Apaan nih? Stockholm syndrome kah?"

Sayangnya lagi nih, gue ngerasa buku ini muter - muter ga karuan. Awal Origin itu sangat lambat dan bahkan bikin gue kesal. Presentasi Edmond di awal bahkan memakan hampir seperempat bab yang bikin gue teriak "Janc*k, kapan iki presentasine mulai he???". Oke, I just let my inner jancukism to come out, lel. Baru setelah huru hara dimana Edmond tewas terbunuh (bukan spoiler, emang ada di blurb bukunya), pace cerita mulai cepat. Untuk konspirasinya sendiri ya khas Dan Brown dan twistnya...hmm ga bisa gue bilang brilliant sih. Malah udah kayak ketebak termasuk ke endingnya. Walau menurut gue, cara pelakunya merancang semua kejadian di Origin ini emang agak - agak outlandish.

Jadi, "dari mana kita bermula?" dan "kemana kita akan pergi?" Bagi gue jawabannya cuma satu yaitu "MBUH"; XD. Karena toh setelah berharap ada sesuatu yang spektakuler dari penemuan Edmond, yang gue dapat ternyata penjelasan dari eksperimen yang sebenarnya sudah pernah dilakukan dengan teori - teori yang sudah banyak beredar namun keabsahannya pun masih tanda tanya. Bahkan untuk jawaban "kemana kita akan pergi" menurut gue juga terlalu utopia. Bukannya ga mungkin, bisa aja terjadi, tapi kemungkinannya ya 50:50. Origin ini ditulis 2017 dan sampai sekarang di tahun gue baca buku ini yaitu di 2024, Dan Brown belum mengeluarkan buku baru (selain buku anak - anak yang dia tulis). Infonya sih om Brown lagi menulis kisah Langdon yang baru tapi jujur gue ga terlalu excited buat baca kalau - kalau tema yang diusung masih sama. Masih mengusung sains vs agama dan kecaman serta harapan Om Brown terhadap agama - agama di dunia ini sehingga ga ada yang benar - benar baru.

Semoga aja kalau ada buku baru tentang Robert Langdon, jangan Europe-centric lagi lah Om Brown. Masa kagak bosen bahas tentang negara - negara Eropa mulu sementara kekayaan budaya dari negara lain yang di luar benua Eropa itu buanyaaak banget. 

Expand filter menu Content Warnings