Reviews

Koala Kumal by Raditya Dika

starbreather's review against another edition

Go to review page

4.0

Probably my favourite Raditya book so far. Funny like his other works, but also raw, heartfelt, bittersweet, and at times heartbreaking, adding even more depth to the book.

suzukabunny's review

Go to review page

4.0

Ga sebagus pendahulunya. Less jokes, more philosophy

cipcip's review

Go to review page

4.0

Buku tentang patah hati, entah karena pacar, gebetan, strangers, atau teman, yang mungkin kita juga pernah mengalaminya, hingga membuat kita lebih dewasa dan berubah seperti kata Mama Bang Radit. Menurut gue buku ini juga tentang perjalanan dan behind the scene peralihan Raditya Dika dari seorang blogger dan penulis buku yang merambah ke seorang youtuber, sutradara, dan stand up comedian yang masih sebagai penulis juga.

hk017's review

Go to review page

funny reflective medium-paced

5.0

chapteriosity's review

Go to review page

3.0

Jujur aja, ini buku pertama Raditya Dika yang aku baca dan ternyata gak kayak yang aku bayangin. Ada bagian-bagian yang lucu banget, ada kisah unik yang menyentuh. Sebagai orang yang pernah ngerasain patah hati, ada kisah yang buat aku relatableeee banget. Pokoknya asyik banget deh pas baca buku ini! Paling suka tuh sama filosofi di balik judul bukunya. Aku kira cuma kayak asal comot gitu aja...eh, ternyata makna aslinya dalam banget. Dibalik semua itu, sayangnya novel ini kayaknya gak bakal tahan lama di otakku. Kurang memorable gitu. Tapi ya untung-untung sebagai pengisi waktu luang yang sama sekali gak merugikan. :)

squilliams's review

Go to review page

5.0

Ga pernah baca buku Raditya Dika sebelumnya. Ini menjadi salah satu buku yang ringan diantara bacaan-bacaan saya.

Komedi Raditya Dika, berisi tentang cerita pengalaman sehari-hari yang dikemas sedemikian rupa entah bagaimana bisa menarik dan menjadi lucu. Kadang saya berpikir, ini kan biasa aja orang orang juga mikir gitu (tapi ternyata ga semua orang bisa menuliskannya dan jadi menarik, toh?). Pemikiran-pemikiran saya yang introvert (yang mikirnya kebanyakan andai ini itu sebelum berbuat) kadang tercermin disini.

Di Koala Kumal ini, semuanya bercerita tentang patah hati. Yang tidak sesederhana itu, ada patah hati karena ditolak, tidak sadar membuat orang lain patah hati, patah hati dengan sahabat bahkan patah hati karena belum sempat mengenal orangnya.

Karena bertema patah hati, Koala Kumal ini jadi terasa agak sedih ketika dibaca. Membaca kisah tentang patah hati, namun tetap mencoba menghibur dengan baris-baris yang membuat saya sempat tertawa membacanya.

Novel ini tidak cocok untuk pembaca yang menginginkan membaca novel ringan yang hanya sekadar membuat ketawa. Karena tidak sesederhana itu, kadang ada kalanya di akhir bab kita dibuat berpikir dengan lebih serius. Entahlah saya juga kurang mengerti apakah buku Dika yang lain ada yang seringan itu hanya untuk menemani keinginan pembacanya tertawa.

destinugrainy's review

Go to review page

3.0

Saat tahu Raditya Dika akan mengeluarkan bukunya yang ke-tujuh, saya sudah memastikan diri akan membelinya. Semata-mata untuk melengkapi koleksi bukunya Raditya Dika di rak buku saya. Saya tidak mau memasang ekspektasi tinggi tentang buku yang masih setia dengan genre humor ini. Apalagi beberapa teman bilang kalau bukunya Raditya Dika sudah tidak lucu lagi.

Dan…setelah membacanya saya sempat kaget. Isi bukunya tidak sesuai dengan patokan ekspektasi saya sebelumnya. Ternyata saya masih bisa menikmati komedi yang disajikan Dika lewat tulisannya. Memang jika diamati perkembangannya dari buku pertama hingga ke-tujuh ini komedinya tidak lagi sama. Saat saya membaca Marmut Merah Jambu, saya belum akrab dengan stand up comedy (sebuah penyajian komedi yang salah satu pencetusnya di Indonesia adalah Raditya Dika ini). Jadi bagi saya Marmut Merah Jambu nggak lucu. Setelah bisa menikmati stand up comedy, saya akhirnya bisa menikmati komedi cerdas yang disajikan oleh Dika dalam buku ini.

Meski sebagian besar isi buku ini berkisah tentang kegalauan Dika, ada banyak sisipan pelajaran yang diselipkan Dika dalam setiap ceritanya. Pada kisah Ada Jangwe di Kepalaku, Dika muda sudah mampu menyadari kesalahannya membohongi orang tua. Di dalam bab Menciptakan Miko, Dika berbagi tentang pengalamannya menjadi sutradara, penulis skenario sekaligus pemain sebuah siaran komedi. Perempuan Tanpa Nama mengingatkan kita untuk tidak mengabaikan kesempatan yang sempit untuk berkenalan dengan orang lain (baca: gebetan).

Saya menyukai beberapa kalimat yang quotable dalam buku ini. Salah satunya yang datang dari mamanya Dika.

“Dik, kamu tahu gak istilah Mama untuk orang yang sudah pernah merasakan patah hati?’
‘Apa, Ma?’
Nyokap menatap mata gue, lalu bilang, ‘Dewasa.”


atau pada kalimat ini

Perlu berapa kali diselingkuhi agar kita kuat menghadapi patah hati?


Seperti biasa, Dika akan menjelaskan pemilihan judul ala hewan yang dipilihnya untuk menjadi judul bukunya. Kali ini ada bab khusus tentang Koala Kumal. Koala kumal adalah foto yang diambil oleh wartawan Huffington Post dimana si koala terlihat bingung dengan kondisi alam yang pernah ditempatinya dulu. Sesuatu yang dulunya diakrabi sekarang tidak lagi dikenali. Sama halnya dengan masa lalu. Dahulu kita bisa hidup dan akrab dengannya, tapi saat ini semuanya terasa asing. Kalau begitu orang-orang yang berani keluar dari zona nyamannya bisa disebut sebagai para Koala Kumal ya? :D

safaracathasa's review

Go to review page

3.0

Will update the review later. Reflektif sih bukunya kalo dibaca umur segini. Mungkin kalo bacanya jaman SMP jadi lebih geli karena banyak galaunya.

haeruddin's review

Go to review page

3.0

Masih jauh lebih lucu Manusia Setengah Salmon dan Kambing Jantan. Tapi buku ini lebih serius. Semacam perenungan sederhana yang pas dan ngena. Karya yang dewasa.

nanaa's review

Go to review page

4.0

Rating: 3.5