Scan barcode
A review by seunghyunjee
Love from Mecca to Medina by S.K. Ali
lighthearted
relaxing
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? No
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
4.0
Buku ini merupakan kelanjutan dari Love from A to Z. Adam dan Zayneb yang telah menikah, kini harus hidup berjauhan. Adam tinggal di Doha, sementara Zayneb melanjutkan kuliah hukum di Chichago. Kehidupan manis sebagai pengantin baru rasanya tak dialami oleh mereka berdua, bukan hanya karena mereka belum hidup satu atap, baik Adam dan Zayneb memiliki kekhawatiran masing-masing yang tak kunjung mereka komunikasikan. Ketika akhirnya Adam dan Zayneb bertemu di ibadah umroh, hadiah dari Ayah Adam, keduanya praktis tak memiliki banyak waktu bersama. Permasalahan satu per satu mulai muncul, salah satunya adalah karena orang ketiga.
.
Hal paling menyenangkan ketika membaca Love from Mecca to Medina adalah vibes ibadah umrohnya benar-benar terasa, hingga pembaca sepertiku ikutan terenyuh dan agak iri dengan hadiah pernikahan dari Ayah Adam untuk sang pengantin baru.
Pembaca mungkin berpikir, idealnya sih hadiah umroh ini hanya dilakukan oleh Adam dan Zayneb, tanpa didampingi rombongan, apalagi pemimpin rombongan jamaah wanita adalah wanita dari masa lalu Adam. Tetapi karena penyakit Adam, karena konflik yang kemudian terjadi di novel ini (dengan menghadirkan orang ketiga), maka perjalanan umroh mereka berdua harus terjadi seperti itu. Jika memposisikan diri sebagai tokoh Zayneb, kita pasti ikutan kesal, apalagi rencana awal pertemuan mereka setelah sekian lama hanya untuk berlibur, bukan untuk beribadah. Ibaratnya nih, Zayneb ngga ada opsi untuk menolak jika yang disodorkan di depannya adalah demi kepentingan Adam (plus kepentingannya juga sebagai seorang muslim). Dilema-nya Zayneb benar-benar digambarkan realistis dan bikin pembaca, terutama aku, ikutan bingung + kecewa juga :")
.
Sama seperti buku sebelumnya, Love from Mecca to Medina juga diceritakan lewat sudut pandang orang pertama tokoh utama, yakni dari pov Adam dan Zayneb. Pergantian tiap bab dari pov Adam dan Zayneb ditandai dengan artefak benda-benda milik kedua tokoh tersebut, dan yang sedikit mengejutkan, ada penceritaan dari sudut pandang 'anak' Adam - Zayneb, yakni Bertha Fatima (alias kucing peliharaan). Penceritaan dari sudut pandang Adam (yang menurutku agak membosankan) selalu mengaitkan ingatannya tentang sang Mommy di masa lalu. Baru di bagian tengah menuju akhir, pov Adam jadi agak 'menyenangkan' untuk dibaca karena Adam mulai sadar dia bisa kehilangan Zayneb. Sementara itu, penceritaan dari sudut pandangnya Zayneb tentu jauh lebih seru, lebih meledak-ledak dan lebih bikin pembaca 'geregetan'. Pembaca bisa saja 'bias' ketika memandang karakter Sarina dan Ust. Ramlah dari sudut pandang Zayneb, tetapi menurutku, itulah yang cukup seru dari buku ini. Karakter Sarina, kalau dibiarkan terus menerus, beneran bisa 'merusak' imej-nya sendiri sebagai wanita yang taat serta shalehah. Thanks to Sausun (dan Adam's Daddy yang menanyakan kenapa nggak ada foto Zayneb sama sekali di grup perjalanan Umrah mereka), rumah tangga Adam & Zayneb bisa terselamatkan.
.
Di luar dari konflik rumah tangga Adam dan Zayneb, yang berkobar ketika melakukan perjalanan ibadah umrah, pembaca bisa mendapatkan banyak sekali insight dari buku ini. Tidak hanya bagaimana komunikasi harus berjalan, apalagi untuk pasangan pengantin baru, tetapi pembaca juga mendapatkan insight tentang bagaimana harus senantiasa berikhtiar dan bertawakal ketika ingin mendapatkan sesuatu. Melihat perkembangan karakter Adam dan Zayneb, serta cara mereka memasrahkan diri pada Allah swt benar-benar membuat mataku berkaca-kaca. Manusia selalu bisa berencana, tetapi rencana Allah swt yang paling baik. Tetaplah berprasangka baik dan berdoa kepada Allah swt, karena Allah swt tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya. Subhanallah.
.
Well, buku ini cocok untuk kamu yang mungkin pengantin baru, cocok juga untuk kamu yang ingin membaca novel islami dengan konflik yang tidak rumit berbelit-belit. Yang jelas, buku ini wajib masuk to-be-read kalian, terutama umat muslim, agar kita bisa terus mendamba perjalanan kita ke tanah suci. Aamiin.
.
Hal paling menyenangkan ketika membaca Love from Mecca to Medina adalah vibes ibadah umrohnya benar-benar terasa, hingga pembaca sepertiku ikutan terenyuh dan agak iri dengan hadiah pernikahan dari Ayah Adam untuk sang pengantin baru.
Pembaca mungkin berpikir, idealnya sih hadiah umroh ini hanya dilakukan oleh Adam dan Zayneb, tanpa didampingi rombongan, apalagi pemimpin rombongan jamaah wanita adalah wanita dari masa lalu Adam. Tetapi karena penyakit Adam, karena konflik yang kemudian terjadi di novel ini (dengan menghadirkan orang ketiga), maka perjalanan umroh mereka berdua harus terjadi seperti itu. Jika memposisikan diri sebagai tokoh Zayneb, kita pasti ikutan kesal, apalagi rencana awal pertemuan mereka setelah sekian lama hanya untuk berlibur, bukan untuk beribadah. Ibaratnya nih, Zayneb ngga ada opsi untuk menolak jika yang disodorkan di depannya adalah demi kepentingan Adam (plus kepentingannya juga sebagai seorang muslim). Dilema-nya Zayneb benar-benar digambarkan realistis dan bikin pembaca, terutama aku, ikutan bingung + kecewa juga :")
.
Sama seperti buku sebelumnya, Love from Mecca to Medina juga diceritakan lewat sudut pandang orang pertama tokoh utama, yakni dari pov Adam dan Zayneb. Pergantian tiap bab dari pov Adam dan Zayneb ditandai dengan artefak benda-benda milik kedua tokoh tersebut, dan yang sedikit mengejutkan, ada penceritaan dari sudut pandang 'anak' Adam - Zayneb, yakni Bertha Fatima (alias kucing peliharaan). Penceritaan dari sudut pandang Adam (yang menurutku agak membosankan) selalu mengaitkan ingatannya tentang sang Mommy di masa lalu. Baru di bagian tengah menuju akhir, pov Adam jadi agak 'menyenangkan' untuk dibaca karena Adam mulai sadar dia bisa kehilangan Zayneb. Sementara itu, penceritaan dari sudut pandangnya Zayneb tentu jauh lebih seru, lebih meledak-ledak dan lebih bikin pembaca 'geregetan'. Pembaca bisa saja 'bias' ketika memandang karakter Sarina dan Ust. Ramlah dari sudut pandang Zayneb, tetapi menurutku, itulah yang cukup seru dari buku ini. Karakter Sarina, kalau dibiarkan terus menerus, beneran bisa 'merusak' imej-nya sendiri sebagai wanita yang taat serta shalehah. Thanks to Sausun (dan Adam's Daddy yang menanyakan kenapa nggak ada foto Zayneb sama sekali di grup perjalanan Umrah mereka), rumah tangga Adam & Zayneb bisa terselamatkan.
.
Di luar dari konflik rumah tangga Adam dan Zayneb, yang berkobar ketika melakukan perjalanan ibadah umrah, pembaca bisa mendapatkan banyak sekali insight dari buku ini. Tidak hanya bagaimana komunikasi harus berjalan, apalagi untuk pasangan pengantin baru, tetapi pembaca juga mendapatkan insight tentang bagaimana harus senantiasa berikhtiar dan bertawakal ketika ingin mendapatkan sesuatu. Melihat perkembangan karakter Adam dan Zayneb, serta cara mereka memasrahkan diri pada Allah swt benar-benar membuat mataku berkaca-kaca. Manusia selalu bisa berencana, tetapi rencana Allah swt yang paling baik. Tetaplah berprasangka baik dan berdoa kepada Allah swt, karena Allah swt tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya. Subhanallah.
.
Well, buku ini cocok untuk kamu yang mungkin pengantin baru, cocok juga untuk kamu yang ingin membaca novel islami dengan konflik yang tidak rumit berbelit-belit. Yang jelas, buku ini wajib masuk to-be-read kalian, terutama umat muslim, agar kita bisa terus mendamba perjalanan kita ke tanah suci. Aamiin.