Scan barcode
A review by tiareadsbooks25
Lebih Senyap dari Bisikan by Andina Dwifatma
5.0
•read•
4.5/5⭐
❝Kusebut nama Yuki perlahan, begitu pelan, lebih senyap dari bisikan.❞
—Page 140
•••
Selama 8 tahun, Amara dan Baron menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia meskipun child-free. Hingga akhirnya tuntutan sosial membuat keduanya memutuskan untuk memiliki anak, sebagai 'penyempurna' keluarga kecil mereka. Sayangnya, keputusan itu bukan tanpa konsekuensi. Mereka malah jungkir balik dalam kompleksitas hidup.
Ini merupakan buku pertama Andina Dwifatma yang aku baca. Aku menikmati gaya bercerita Kak Andina yang blak-blakan, jenaka, dan tanpa tedeng aling-aling. Premis cerita yang sederhana dikemas dengan begitu ciamik dan enak diikuti. Buku ini pun sangat mengalir dan page-turner! Aku bahkan melahap buku ini hanya dalam 3 jam.
Jangan tertipu dengan cover design-nya yang terkesan sederhana dan manis. Buku dengan tebal 152 halaman ini menyuguhkan konflik yang cukup berat dan padat dengan isu-isu yang dekat di kehidupan sekitar. Dari lika-liku pernikahan, perjuangan suami-istri untuk memiliki momongan, hingga menjadi orang tua.
Buku ini begitu jujur membawa pembaca memasuki fase kehidupan Amara—dari perempuan lajang, seorang istri, hingga menjadi seorang ibu—yang sangat nyata dan dekat dengan banyak perempuan di luar sana. Tanpa glorifikasi berlebihan, buku ini memperlihatkan perjuangan seorang perempuan dan seorang ibu, yang tetap kuat meski dalam senyap.
Aku memang belum menikah dan tidak bisa sepenuhnya relate dengan kisah Amara. Namun, buku ini memberikan sedikit gambaran tentang menjadi seorang istri dan seorang ibu. Buku ini memiliki banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil, seperti: perlunya kesiapan fisik dan mental untuk berumah tangga dan menjadi orang tua, penerimaan keluarga akan pasangan hidup yang kita pilih, serta konsekuensi yang muncul atas keputusan yang kita ambil.
Perasaan kayak diaduk-aduk pas baca buku ini! Dari mulai ketawa ngakak karena banter Amara-Baron yang lugas dan sarkas, terenyuh akan perjuangan Amara untuk hamil, ngilu dan ngeri pas proses melahirkan dan menyusui, geram sama kelakuan Baron, kaget akan keadaan mental Amara, juga frustrasi karena apa yang terjadi di akhir.
After all, I highly urge any woman to read this book! Men are welcome to read it since it will help them comprehend women's and mothers' struggles. I hope this book inspires you to respect and appreciate all women worldwide!
P.S. If you have a pessimistic view of marriage, I wouldn't recommend reading this book because it will make you even more anxious about the idea.
•••
#tiareadsbooks #tiawritesreviews
4.5/5⭐
❝Kusebut nama Yuki perlahan, begitu pelan, lebih senyap dari bisikan.❞
—Page 140
•••
Selama 8 tahun, Amara dan Baron menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia meskipun child-free. Hingga akhirnya tuntutan sosial membuat keduanya memutuskan untuk memiliki anak, sebagai 'penyempurna' keluarga kecil mereka. Sayangnya, keputusan itu bukan tanpa konsekuensi. Mereka malah jungkir balik dalam kompleksitas hidup.
Ini merupakan buku pertama Andina Dwifatma yang aku baca. Aku menikmati gaya bercerita Kak Andina yang blak-blakan, jenaka, dan tanpa tedeng aling-aling. Premis cerita yang sederhana dikemas dengan begitu ciamik dan enak diikuti. Buku ini pun sangat mengalir dan page-turner! Aku bahkan melahap buku ini hanya dalam 3 jam.
Jangan tertipu dengan cover design-nya yang terkesan sederhana dan manis. Buku dengan tebal 152 halaman ini menyuguhkan konflik yang cukup berat dan padat dengan isu-isu yang dekat di kehidupan sekitar. Dari lika-liku pernikahan, perjuangan suami-istri untuk memiliki momongan, hingga menjadi orang tua.
Buku ini begitu jujur membawa pembaca memasuki fase kehidupan Amara—dari perempuan lajang, seorang istri, hingga menjadi seorang ibu—yang sangat nyata dan dekat dengan banyak perempuan di luar sana. Tanpa glorifikasi berlebihan, buku ini memperlihatkan perjuangan seorang perempuan dan seorang ibu, yang tetap kuat meski dalam senyap.
Aku memang belum menikah dan tidak bisa sepenuhnya relate dengan kisah Amara. Namun, buku ini memberikan sedikit gambaran tentang menjadi seorang istri dan seorang ibu. Buku ini memiliki banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil, seperti: perlunya kesiapan fisik dan mental untuk berumah tangga dan menjadi orang tua, penerimaan keluarga akan pasangan hidup yang kita pilih, serta konsekuensi yang muncul atas keputusan yang kita ambil.
Perasaan kayak diaduk-aduk pas baca buku ini! Dari mulai ketawa ngakak karena banter Amara-Baron yang lugas dan sarkas, terenyuh akan perjuangan Amara untuk hamil, ngilu dan ngeri pas proses melahirkan dan menyusui, geram sama kelakuan Baron, kaget akan keadaan mental Amara, juga frustrasi karena apa yang terjadi di akhir.
After all, I highly urge any woman to read this book! Men are welcome to read it since it will help them comprehend women's and mothers' struggles. I hope this book inspires you to respect and appreciate all women worldwide!
P.S. If you have a pessimistic view of marriage, I wouldn't recommend reading this book because it will make you even more anxious about the idea.
•••
#tiareadsbooks #tiawritesreviews