Scan barcode
A review by clavishorti
White Wedding by Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
adventurous
dark
emotional
funny
informative
reflective
sad
fast-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.0
Dalam eksplorasi yang mendalam, White Wedding oleh Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie mempertontonkan perbedaan mencolok dengan karyanya yang lain, seperti Kapan Nanti dan Tiga dalam Kayu. Penulis secara brilian menonjolkan kecemerlangannya dalam merangkai cerita dengan menggali tema mencintai diri dan memaafkan.
Melalui penggunaan gaya bahasa yang khas dan penyajian yang unik, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie berhasil memukau pembaca. Gaya bahasa yang dihadirkan tidak hanya menjadi daya tarik utama, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam membentuk atmosfer cerita. Meskipun demikian, beberapa percakapan, terutama yang melibatkan karakter Sierra, terkadang terasa dipaksakan, mengakibatkan alur cerita mengalami sedikit hambatan. Namun, hal ini tidak mengurangi kehebatan penulis dalam mengeksplorasi dimensi psikologis karakter dan menyampaikan pesan mendalam tentang mencintai diri dan memaafkan.
Judul White Wedding seolah menjadi jaminan bagi pembaca akan adanya adegan pernikahan yang kaya makna dalam narasi. Namun, keputusan penulis untuk menggambarkan pernikahan yang melibatkan anak-anak, terutama yang berusia 11 tahun, menimbulkan kontroversi yang mendalam. Ketidaknyamanan semakin terasa dengan kehadiran Papa dari Elphira sebagai mempelai, bukan wali, melibatkan dimensi kontroversial yang mencolok. Pernikahan yang melibatkan ayah-anak ini memicu refleksi mendalam tentang batasan moral dalam konteks naratif fantasi.
Awalnya memang terkesan hanya sebagai “panggung sandiwara”, namun pergeseran dramatisitas terjadi dengan kejutan bahwa mempelai laki-lakinya adalah Papa dari Elphira. Moment ini ditambah dengan dialog intens antara Elphira dan Papanya saat akhirnya mempelai pria diganti, menciptakan dinamika yang menggugah dan menghadirkan pertanyaan mendasar: Apakah ini hanya sebuah pertunjukan atau pernikahan yang nyata? Pertimbangan ini menambah lapisan ketidaknyamanan yang mendalam bagi beberapa pembaca, memunculkan serangkaian pertanyaan etika yang sulit untuk dijawab.
Secara keseluruhan, White Wedding karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie adalah sebuah karya yang memukau, mempersembahkan eksplorasi mendalam tentang tema cinta pada diri sendiri dan pengampunan dengan gaya bahasa yang unik. Meski demikian, keberadaan beberapa elemen kontroversial terus menimbulkan ketidaknyamanan dan menggugah keraguan, memaksa saya untuk terus mempertanyakan. Kisah fantastis ini, sementara memberikan pengalaman membaca yang mendalam, juga memunculkan nuansa ambivalensi dengan adanya pertimbangan etika yang sulit.
Melalui penggunaan gaya bahasa yang khas dan penyajian yang unik, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie berhasil memukau pembaca. Gaya bahasa yang dihadirkan tidak hanya menjadi daya tarik utama, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam membentuk atmosfer cerita. Meskipun demikian, beberapa percakapan, terutama yang melibatkan karakter Sierra, terkadang terasa dipaksakan, mengakibatkan alur cerita mengalami sedikit hambatan. Namun, hal ini tidak mengurangi kehebatan penulis dalam mengeksplorasi dimensi psikologis karakter dan menyampaikan pesan mendalam tentang mencintai diri dan memaafkan.
Awalnya memang terkesan hanya sebagai “panggung sandiwara”, namun pergeseran dramatisitas terjadi dengan kejutan bahwa mempelai laki-lakinya adalah Papa dari Elphira. Moment ini ditambah dengan dialog intens antara Elphira dan Papanya saat akhirnya mempelai pria diganti, menciptakan dinamika yang menggugah dan menghadirkan pertanyaan mendasar: Apakah ini hanya sebuah pertunjukan atau pernikahan yang nyata? Pertimbangan ini menambah lapisan ketidaknyamanan yang mendalam bagi beberapa pembaca, memunculkan serangkaian pertanyaan etika yang sulit untuk dijawab.
Secara keseluruhan, White Wedding karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie adalah sebuah karya yang memukau, mempersembahkan eksplorasi mendalam tentang tema cinta pada diri sendiri dan pengampunan dengan gaya bahasa yang unik. Meski demikian, keberadaan beberapa elemen kontroversial terus menimbulkan ketidaknyamanan dan menggugah keraguan, memaksa saya untuk terus mempertanyakan. Kisah fantastis ini, sementara memberikan pengalaman membaca yang mendalam, juga memunculkan nuansa ambivalensi dengan adanya pertimbangan etika yang sulit.
Graphic: Chronic illness, Death, Suicide attempt, and Death of parent
Minor: Bullying