Scan barcode
A review by ratihlatifah
Bukan Pasar Malam by Pramoedya Ananta Toer
5.0
Buku ini tentang pilu, sendu, yang dihadapi seorang anak laki-laki beristri, mantan tentara muda revolusi yang dikabari bahwa ayahnya sakit keras (TBC) di Blora. Ia pulang kampung dengan digelayuti kekalutan rasa bersalah melihat keadaan ayah dan adiknya, serta rumahnya--juga seluruh penghuninya--yang sudah rapuh hingga sang ayah akhirnya menemui ajal.
"Hidup ini, Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini." (Hal.48)
Kalimat ini begitu menderu-deru menekan hatiku. Aku ingin mengangguk tajam. Hidup ini tak lebih dari sekadar derita.
"Mengapa kemudian kita harus bercerai-berai dalam maut. Sorang. Seorang. Seorang. Dan seorang lagi lahir. Seorang lagi. Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti Pasarmalam." (Hal.95)
Buku ini begitu menggambarkan kegelisahan hati seorang anak yang menyaksikan ayahnya sekarat. Menyayat hati.
"Hidup ini, Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini." (Hal.48)
Kalimat ini begitu menderu-deru menekan hatiku. Aku ingin mengangguk tajam. Hidup ini tak lebih dari sekadar derita.
"Mengapa kemudian kita harus bercerai-berai dalam maut. Sorang. Seorang. Seorang. Dan seorang lagi lahir. Seorang lagi. Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti Pasarmalam." (Hal.95)
Buku ini begitu menggambarkan kegelisahan hati seorang anak yang menyaksikan ayahnya sekarat. Menyayat hati.