A review by ariani15d
Perempuan Kembang Jepun by Lan Fang

Ini kisah tentang cinta, pengorbanan, luka, dan duka. Berlatar masa kolonial di Indonesia, khususnya daerah Kembang Jepun, Surabaya.
Kisah dalam novel ini terbagi menjadi 5 bagian, dengan sudut pandang masing-masing tokoh.

Bagian 1: Sulis, Surabaya1941-1942.
Bagian 2: Tjoa Kim Hwa, Surabaya 1942.
Bagian 3: Matsumi, Surabaya 1942-1945.
Bagian 4: Sujono, Surabaya 1943-1945.
Bagian 5: Lestari, Kyoto, Desember 2003.

"Perempuan Kembang Jepun" merupakan nama yang melekat pada sosok Matsumi, seorang Geisha yang dikirim ke Surabaya untuk menemani salah satu pemimpin perang dari Jepang bernama Shoso Kobayasi. Untuk itu ia dipaksa mengubah identitasnya menjadi Tjoa Kim Hwa, perempuan Cina.
Alasannya
"Geisha hanya ada di Jepang. Jika ada perempuan Jepang yang menjadi penghibur di luar Jepang, itu akan merendahkan martabat bangsa Jepang. Padahal kamu tahu, sekarang Jepang menjadi salah satu negara penting di dunia. Negara yang akan memimpin Asia!" (Itsuka, 94).

Kehidupan Matsumi yang dianggapnya baik-baik saja berubah menjadi petaka manakala ia bertemu dengan Sujono, pria beristri yang memberikannya harapan palsu tentang cinta dan kenyamanan.

Novel ini adalah novel pertama yang saya baca dengan latar masa kolonial di Indonesia menggunakan tokoh utama perempuan Jepang. Bagi saya yang tertarik dengan kebudayaan Jepang, novel ini menjadi salah satu bacaan yang menarik. Karena terdapat beberapa pengetahuan baru, di antaranya adalah: budaya patriarki masyarakatnya, prinsip hidup "Lebih baik mati daripada kalah" (alasan adanya "harakiri"), serta tentang kehidupan, proses dan aturan bagi para Geisha.

Yang lebih menarik, seringkali penulis menggunakan diksi yang memiliki rima, seperti pada halaman 277 (tidak saya sertakan karena kutipannya terlalu panjang).