A review by hzboy
Three Early Modern Utopias: Utopia / New Atlantis / The Isle of Pines by Francis Bacon, Henry Neville, Thomas More

4.0

I read in English but this review is in Bahasa Indonesia

"The utopia of togetherness is a lie. Environmental justice means acknowledging that there is no whole earth, no 'we', wtihout a 'them.' That we are not all in this together." -China Mieville


Lucu juga kalau dipikir bagaimana dulu skripsiku membahas soal distopia padahal belum pernah membaca tentang utopia. Terutama karta Thomas More. Utopia sejatinya sudah masuk dalam ranah public domain sehingga siapapun bisa mengaksesnya dengan legal dan gratis. Akan tetapi VersoBooks dengan sengaja menambahkan pendahuluan dari China Mieville dan esai dari Ursula K. Le Guin. Itulah yang membuat aku tergoda.

Buku ini tidak langsung dibuka dengan tulisan More, melainkan dengan dua tulisan dari China Mieville yang langsung menunjukkan apa yang sekiranya perlu diperhatikan dalam naskah Utopia tersebut. Mievielle mampu menyampaikan bahwa Utopia jangan-jangan adalah bentuk "kekerasan" tersendiri mengatasnamakan kehidupan yang nyaman dan membawa-bawa "kesetaraan." Di situlah pembaca akan merasa bahwa Utopia milik More artinya tidak sekadar soal perjalanan menuju suatu pulau yang semuanya sudah tertata yang baik. Kalau dalam bahasa Inggris, bisa dikatakan sebagai, "It all has its cost."

Memasuki bagian kedua, inilah karya Thomas More. Jujur saja, aku merasa kesulitan untuk mengikuti tulisan More. Bahasa yang digunakan sebenarnya tidak sulit, namun pada kalimat panjangnya itulah aku hampir menyerah. Kalimat-kalimatnya melelahkan meski terbantu dengan tanda koma. Aku membacanya secara perlahan untuk dapat memahami apa yang disampaikan More dalam satu paragraf.

Perlu diketahui, More menulis Utopia sebagai satir yang ditujukan pada pemerintah kala itu. Ada hal-hal (kotor dan tidak adil) yang bisa dilakukan agar seseorang mendapat tempat yang "aman." Kritiknya dalam Utopia tidak sepenuhnya tersurat. Beberapa ada yang tersirat. Pembaca akan mudah menemukannya jika membaca pendahuluan yang ditulis Mieville. Apa betul para penduduk pulau Utopia hidup nyaman karena mereka memang sudah taat? Atau itu sebenarnya telah dikondisikan menggunakan sistem tertentu?

Saking aku merasa kesulitan dalam membaca buku ini, aku akhirnya mengakses SparkNote untuk setidaknya mendapat pencerahan. Kalau sudah tahu sulit, mengapa tetap dilanjutkan? Rasa penasaran menjadi dorongan terbesar untukku menuntaskan bacaan ini. Selain karena aku lebih banyak membaca buku bertema distopia, akan timpang rasanya jika aku belum pernah membaca asal-muasal kata "utopia."

Buku versi ini ditutup dengan apik oleh 4 judul esai tulisan Ursula K. Le Guin. Aku mengenal Le Guin melalui cerita pendeknya, "The Ones Who Walk Away from Omelas." Karena terpukau dengan cerita fiksi itu, aku berekspektasi kalau esainya tidak kalah bagus. Ternyata dugaanku terbayar. Le Guin menuangkan pendapatnya terhadap sistem pemerintahan yang bertujuan menciptakan lingkungan yang utopis. Tentu saja, dengan adanya bolong di sana-sini yang entah bagaimana caranya menutupi hal tersebut.

"The future is an apathetic void of no interest to anyone. The past is full of life, eager to irritate us, provoke and insult us, tempt us to destroy or repaint it. The only reason people want to be masters of the future is to change the past." - Ursula K. Le Guin


Esai yang menjadi favoritku adalah yang terakhir, "The Operating Instructions." Ia menekankan betapa pentingnya memiliki imajinasi dan melalui literasi, imajinasi bisa terbangun. Utopia memang didambakan, tetapi tanpa adanya daya imajinasi, semua itu tidak bisa terbentuk. Meski untuk menegakkan keadilan sekalipun.

Utopia dari VersoBooks ini hampir saja ku beri tiga bintang kalau bukan karena esai dari Le Guin. Esainya sungguh cerdas. Mengkritisi namun juga mencoba memberikan alternatif dengan konsep Utopiyin Utopiyang layaknya "yin yang." Tidak ada yang namanya utopia jika tidak ada kehadiran distopia (ya, hal ini dapat ditemukan analoginya dalam The Ones Who Walk Away from Omelas). Le Guin juga mengutip tulisan Audre Lorde serta Primo Levi yang baru aku sadari kalau mereka berdua juga menyinggung soal konstruk utopia.

Menyelesaikan buku ini memunculkan decak kagum akibat Le Guin. Aku malah tertarik dengan esai-esai cerdasnya yang lain. Bagaimana dengan tulisan More yang merupakan inti buku ini? Well, aku anggap sekadar tahu.