A review by moilady
Sylvia's Letters by Miranda Malonka

emotional sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

5.0

Sejujurnya, aku gak niat-niat banget waktu baca buku ini. Betulan iseng karena nunggu buat baca buku lain. Jadi, aku gak menaruh ekspektasi yang gimana-gimana. Bahkan aku sendiri gak sempet buka-buka review tentang buku ini.

Modalku baca buku ini cuma satu: pacarku baca buku ini duluan dalam sekali duduk dan aku penasaran sama isi bukunya karena it means that this book has got his attention sampai-sampai baca bukunya sekali langsung selesai.

Aku juga udah sempat dikasih warning tentang isi bukunya yang berkaitan sama mental health, tapi ya justru itu yang bikin aku penasaran.

Awalnya aku kira buku ini bakalan penuh sama isi-isi cerita tentang anak SMA yang manis, tapi ternyata isi bukunya lebih gelap dari itu. Betul-betul gelap, yang mana aku kira isu mental health yang ada di buku ini gak akan seberat itu. Sayangnya, aku justru dibuat mental breakdown.

Aku gak bisa bayangin kehidupan anak umur enam belas tahun yang begitu pelik, tapi justru hal itu adalah sesuatu yang nyata, yang mungkin benar-benar ada di sekitar kita,
salah satu contohnya adalah ketika Anye─adiknya Scarlet yang masih berumur tiga belas tahun itu hamil
, mungkin kita akan berpikir bahwa, "Memangnya ada, ya, kasus seperti itu?"

Kenyataan pahitnya, ada. Dan aku pernah melihat salah satunya.

Sepanjang baca buku ini aku dibuat bengong, baca, bengong, baca, bengong, baca, gitu terus secara berulang. Ada marahnya, ada sedihnya. Rasanya aku ingin sekali marah sama Sylvia, tapi di satu sisi aku mengerti dan paham kenapa dia sampai bisa berada di titik itu. Buku ini bisa dibilang menggambarkan gimana kejamnya hal-hal yang mungkin aja orang-orang menganggap itu adalah hal yang 'biasa' atau sesuatu yang sudah menjadi sebuah 'standar' kehidupan, nggak cuma dalam masyarakat, tapi justru dalam lingkungan yang seharusnya menjadi tempat ternyaman bagi kita; rumah. Tapi, justru sesuatu yang 'biasa' dan 'standar' itu yang menjadi cikal bakal kehancuran seseorang.

Dan itu bikin perasaanku benar-benar campur aduk. Sedih, marah, kasihan, menyesal. Semuanya ada di satu buku ini, dan anehnya aku bisa merasakan seluruh emosi yang digambarkan dari setiap orang yang ada di dalam buku ini. 

Expand filter menu Content Warnings