A review by readerziyya
The Espressologist, by Kristina Springer

3.0

Karena novel ini, ada kemungkinan saya akan mencari seseorang yang memfavoritkan iced vanilla latte.

Mengapa? Karena saya adalah seorang penyuka cappucinno (cenderung hot cappucinno). Maka saya membutuhkan penetral yang sejalan secara filosofis, yang menurut Jane Turner, adalah seorang penyuka iced vanilla latte. Well, mungkin ini tidak penting. Mari kita beranjak serius.

Bermula dari kesenggangan waktu yang dimilikinya (juga jadwal yang super membosankan, menurutnya) di akhir tahun Lincoln High, Jane memiliki kesibukan baru: mengamati penampilan, menebak karakter dan jenis kopi yang (akan) dipesan oleh pelanggannya. Buku catatannya terisi dengan jenis kopi dan karakter pemesannya. Hingga ketika tebakan-tebakannya mulai terasa jitu, ia memberanikan diri untuk menjodohkan Simone (hot cappucinno) dengan Gavin (iced vanilla latte). Pasangan pertama dalam eksperiman yang ia beri nama Espressology.

Simone dan Gavin, lalu Sarah dan Jake (seorang Briptu, kata novel ini), hingga Cam dengan Em. Pasangan yang terakhir disebutkan, hanya ‘terlihat’ seperti pasangan. Mengapa? Gelagat Cam-lah yang akan menjawabnya nanti di novel ini. Ah ya, belum juga saya sampaikan kepada kalian. Kebetulan, Jane adalah asisten manajer di Wired Joe’s, kedai kopi starbucks yang dalam novel ini diganti namanya. Sampai pada kealpaannya yang cukup membuat posisi Asisten Manajer terlepas darinya, eksperimen Espressology menjadi penyelamat. Posisinya, bukan Jane yang membuka rahasia eksperimen Espressology-nya, tetapi Em yang justru merasa bahwa Espressology bakal menjadi sesuatu yang keren.

Benar saja, Derek (Manajer Wired Joe’s tempat Jane bekerja), menggagas Espressologist sebagai promo liburan Desember. Tiap Jum’at malam, selama empat minggu, Jane akan menerima orang-orang yang sedang mencari pasangannya. Jane akan mengumpulkan biodata dan karakter khusus mereka, serta kopi kesukaan yang mereka pesan. Dari daftar yang ada, Jane akan mulai mencocokkan dan menghubungkan satu dengan yang lainnya bila dirasa mereka cukup cocok.

Lantas Espressologist menjadi isu yang hangat. Mungkinkah karena masih banyak yang kesepian di liburan natal dan tahun baru? Entahlah. Yang pasti, Espressologist jadi tersohor hingga salah satu variety show, The Gabby Girlz, tertarik untuk mewawancarai dan akhirnya mendemokan langsung Espressologist. Jum’at malam itu lah, saat Espressologist muncul di The Gabby Girlz, yang akhirnya membawa kecamuk sekaligus menggiringnya pada seseorang yang ‘paling cocok’ bagi dirinya. Momen klimaks dalam novel ini.

Cukup spoiler kah? :-P

Membaca novel ini -saya jarang membaca semacam teenlit atau chicklit- membuat saya teringat pada novel Flipped. Rasanya renyah, tidak berat, dan cukup menghibur. Apalagi ada kaitannya dengan kopi. Lebih tepatnya tentang beragam jenis turunan espresso khas sebuah kedai kopi starbucks.

Meski Jane membuat saya menimbang-nimbang untuk mencari seseorang yang menyukai iced vanilla latte, saya tetap lebih menyukai karakter Cam. Apa-apa yang dilakukannya, terlihat cool. Apalagi, dalam catatan Jane, seorang penyuka toffee nut latte adalah seorang yang sulit ditebak-sangat keren-sangat tampan. Hoho. Nantinya kalian akan diperlihatkan percik-percik chemistry antara Jane dengan Cam.

Tiga bintang, dari saya, karena bila membandingkan dengan Flipped -lagi- maka saya akan lebih memilih Flipped. Meski Flipped sebenarnya lebih sederhana, tapi Flipped terasa lebih membekas. Tapi tenang, banyak bagian-bagian yang informatif dari novel ini dan tentunya novel ini cukup menghibur.

Sekian dan selamat membaca The Espressologist!