Scan barcode
A review by ratihlatifah
Anak Semua Bangsa by Pramoedya Ananta Toer
5.0
“Anak Semua Bangsa”
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantra
Jumlah Halaman : 353 halaman
Pengulas : @ratihlatifahm
“Hanya beberapa jam setelah surat belakangan itu datang tilgram : Mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrouw Annelies. Panji Darman.
Dengan demikian ketegangan selama ini, yang memungkinkan syaraf bisa jadi rusak-binasa, telah mencapai titik-ledak.” (hal. 51)
Robert Jan Dapperste alias Panji Darman yang diutus Mama (Nyai Ontosoroh) dan Minke mendampingi kepergian Annelies ke Nederland menjadi saksi bagaimana Annelies hilang akal sehat dan lambat laun hanya seperti mayat hidup lalu menghembuskan nafas terakhinya di bumi leluhur.
Tragis, kisah cinta paling menyakitkan yang dinistakan hukum-hukum Nederland. Dengan mati pelan-pelannya Annelies, membuatku mengangguk bahwa kehilangan orang tercinta sedang raga hanya bergantung pada yang terkasih membuat semuanya runtuh ketika dipaksa pergi dan terpisah. Runtuh luruh, hingga pedalaman jiwa terjerembab menyerah pada hidup.
Setelah kepergian Annellies, Minke harus kembali menjalankan kehidupannya. Gejolak lain datang silih berganti yang harus dihadapinya. Mulai dakwaan dari sahabatnya Jean Marais; “Kau tak kenal bangsamu sendiri.” (hal.73). Jean ingin Minke sadar bahwa ia harusnya membuat orang Pribumi terpelajar dengan tulisannya.
Dilanjutkan dengan sepenggal kisah keluarga Mama (Nyai Ontorsoroh) ; Sastro Kassier, Surati, dan penindasan Plikemboh di Tulangan. Lalu tentang Petani Trunodongso, tentang hubungan Minem, Robert Melemma, dan bayi yang bernama Rono, juga surat-surat dari Robert Mellema yang dikirim dari antah berantah.
Tapak jalan panjang Minke masih berlanjut.
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantra
Jumlah Halaman : 353 halaman
Pengulas : @ratihlatifahm
“Hanya beberapa jam setelah surat belakangan itu datang tilgram : Mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrouw Annelies. Panji Darman.
Dengan demikian ketegangan selama ini, yang memungkinkan syaraf bisa jadi rusak-binasa, telah mencapai titik-ledak.” (hal. 51)
Robert Jan Dapperste alias Panji Darman yang diutus Mama (Nyai Ontosoroh) dan Minke mendampingi kepergian Annelies ke Nederland menjadi saksi bagaimana Annelies hilang akal sehat dan lambat laun hanya seperti mayat hidup lalu menghembuskan nafas terakhinya di bumi leluhur.
Tragis, kisah cinta paling menyakitkan yang dinistakan hukum-hukum Nederland. Dengan mati pelan-pelannya Annelies, membuatku mengangguk bahwa kehilangan orang tercinta sedang raga hanya bergantung pada yang terkasih membuat semuanya runtuh ketika dipaksa pergi dan terpisah. Runtuh luruh, hingga pedalaman jiwa terjerembab menyerah pada hidup.
Setelah kepergian Annellies, Minke harus kembali menjalankan kehidupannya. Gejolak lain datang silih berganti yang harus dihadapinya. Mulai dakwaan dari sahabatnya Jean Marais; “Kau tak kenal bangsamu sendiri.” (hal.73). Jean ingin Minke sadar bahwa ia harusnya membuat orang Pribumi terpelajar dengan tulisannya.
Dilanjutkan dengan sepenggal kisah keluarga Mama (Nyai Ontorsoroh) ; Sastro Kassier, Surati, dan penindasan Plikemboh di Tulangan. Lalu tentang Petani Trunodongso, tentang hubungan Minem, Robert Melemma, dan bayi yang bernama Rono, juga surat-surat dari Robert Mellema yang dikirim dari antah berantah.
Tapak jalan panjang Minke masih berlanjut.