A review by nonania
Melangkah by J.S. Khairen

4.0

Mengisahkan empat bersahabat, yaitu Aura, Siti, Ocha, dan Arif, yang berangkat ke Sumba untuk berlibur. Aura, si perempuan asli Sumba, memang diperintahkan untuk pulang demi menerima pesan leluhur. Namun, setibanya di Sumba, mereka malah terjerumus dalam misi penyelamatan Nusantara dan harus mengalahkan Runa, dalang dari masalah yang mereka hadapi.

Menurut saya, buku ini merupakan kombinasi dari Grishaverse Trilogy-nya Leigh Bardugo dan cerita-cerita dari Marvel dalam balutan budaya Nusantara, dengan memuat silat dan adat Sumba dalam plot ceritanya. Anyway, bringing cultures into a fantasy-heroic story is such a fresh idea! The wild nature of Sumba and its savanna is very well described too!

Ketika cerita-cerita di Marvel terus membicarakan soal sains, buku J.S. Khairen ini mengangkat soal sosial-ekonomi dan sedikit sains–khususnya soal listrik, and it is unique. Namun, terlalu banyak istilah yang tidak begitu penting atau bahkan tidak tepat waktu. Bayangin, waktu di dalam gua yang bercabang, Arif, Siti, dan Aura sempat-sempatnya menghitung probabilitas mereka menemukan cabang gua yang benar. I mean, it isn’t even necessary. Entah 3 bersahabat ini lagi melakukan penelitian dan sambil mengingat uji probabilitas waktu lagi nyasar atau gimana, hanya penulis yang tahu. Jujur, terlalu banyak teori–apalagi di saat yang tidak tepat, malah membuat ceritanya sedikit membosankan.

Juga disematkan beberapa hal lain dalam melengkapi cerita, baik eksplisit maupun implisit, seperti parenting, hal yang berhubungan dengan psikologi (seperti Prisoner’s dilemma), kritik terhadap dunia politik, dan gambaran stigma orang-orang terhadap aparat.

Lalu, harusnya ada plot twist di buku ini. Akan tetapi, bagi saya, itu bukan twist, karena dari pertengahan cerita sudah tertebak, seperti siapa itu Rambu Tari dan apa hubungan antara Umbu Runa dan Rambu Aura. Dengan kata lain, jalan ceritanya jelas dan ‘terbaca’.

Last but not least, budaya adat Sumba tidak semuanya dijelaskan, padahal istilah-istilah Sumba lebih krusial dibandingkan istilah ekonomi untuk diangkat di buku ini. Penulis menjelaskan semua istilah ekonomi di sini dengan lengkap, seperti paradox of value dan intergenerational mobility, tetapi untuk istilah Uma Mbakul, Mamuli, dan hamayang malah sekadar disebutkan, sehingga pembaca harus membayangkan dan searching sendiri.

Secara keseluruhan, menurut saya penulisnya harus fokus terlebih dahulu mengenai aspek-aspek humaniora dan budaya apa saya yang harus diangkat yang berhubungan dengan cerita, sehingga ceritanya lebih terarah dan tidak ke sana-kemari. Terlepas dari kekurangan yang ada di buku ini–yang telah saya ulas dan sifatnya juga subjektif, jalan ceritanya tetaplah seru dan menarik. Can’t wait for the next book!

3.8 of 5! it’s recommended!