A review by heavenlyrealms
Bukan Pengikutmu yang Sempurna by Annisa Ihsani

4.0

Annisa Ihsani dengan buku barunya… Buku yang luar biasa bikin campur aduk emosi ditambah dengan bengong karena semua hal yang ada disini terkesan nyata adanya. Familiar. Agaknya buku ini membahas isu yang sangat berat dan sensitif, merupakan sebuah metafora dari keimanan dari suatu ajaran dan ketika semuanya berlangsung secara fanatik. Serta ketika keimanan seseorang diuji.

Latar tempatnya bernama Dingley, sebuah kotak kecil dan ada penganut ajaran sendiri di dalamnya, The Path to Blessing (TPtB) atau lebih disebut sebagai sebuah kultus? Karena mereka lepas dari dunia luar dan menganggap bahwa orang di luar mereka adalah Pendosa. Semuanya nampak baik-baik saja sampai akhirnya, Sophie (kembaran dari tokoh utama, Alex) merasa ajaran ini cukup melenceng. Ketika membuat kesalahan dan orangtuanya memilih untuk menikahinya padahal umurnya baru 15 tahun. Menurut orangtuanya, inilah salah satu cara untuk mengampuni dosanya.

Secara langsung, buku ini membahas mengenai pernikahan di bawah umur. Memaksakan setiap ibu untuk hamil dan memiliki keturunan yang banyak sehingga ajaran ini semakin banyak penerusnya. Alat kontrasepsi dilarang, semua hal berbau hiburan seperti tv, musik, bahkan ilmu sains pun dilarang. Orangtua yang selalu.. selalu menyalahkan anak. Tidak mau mendengarkan dari sisi anak. Paman Manwel (orang yang menyebarkan agama tersebut) ingin semuanya terisolasi, tidak pintar bahkan berkembang sehingga mereka semua tetap manaati ajarannya. Ia takut dengan adanya interverensi dari luar mereka tidak akan menganut ajaran ini lagi.

Hukuman pembersihan dosa yang diberikan juga mengerikan. Dikurung, diberi makan sedikit, harus menghafal ayat, bahkan akan dipukul jika salah. Pembersihan dosa terdengar sebagai… penyiksaan. Mungkin itu salah satu cara untuk menguatkan iman kembali setelah melakukan dosa karena:

“Ketika tubuhmu selalu lelah dan pikiranmu selalu khawatir, kau akan menelan apa saja yang disodorkan kepadamu.”

Sedari kecil bahkan bayi, orang-orang di Dingley sudah diberikan doktrin dari kultus ini. Hidup mereka telah didikte harus melakukan apa, kapan, dan bagaimana melakukannya. Mereka tidak punya pilihan, apalagi cita-cita. Orangtua pun tidak bisa disalahkan karena “mereka melakukan yang terbaik dengan informasi yang mereka miliki”.

Beruntunglah Alex dapat keluar dari tempat itu. Dirinya seperti terlahir kembali dan membuka lembaran hidup baru. Membuka mata dengan ilmu yang ada. Di luar sana sangat jauh berbeda dari Dingley.

Ceritanya menarik dan cukup membuatku bergidik, kesal, merinding, dan lainnya. Tapi, aku rasa kurang “greget” dengan ending yang ada. Aku pikir akan ada sebuah gebrakan atau hal yang luar biasa indah setelah segala kesedihan yang dilalui oleh Alex. Tapi memang, ending ini cukup realistis adanya. Keren.