A review by blackferrum
Six of Crows by Leigh Bardugo

adventurous challenging dark lighthearted tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes
Six of Crows adalah definisi kebahagiaan sekaligus luka. Bukan fantasi pertama yang aku sukai, tapi karena jarang baca fantasi dan sekalinya baca ada aja yang bikin seret, maka buku ini layak masuk jajaran fantasi terjemahan yang harus banget dibaca sekali seumur hidup.

Poin pertama yang bikin aku langsung jatuh cinta: penulis nggak repot-repot menjelaskan soal world building di buku ini. Ya, ya, WB memang jadi salah satu unsur yang harus ada dalam cerita fantasi. Tapi, kayaknya bakal males banget kalau udah pembukaan disuguhi makanan berat? Buku ini punya 2 peta di awal buku: peta dunia yang berisi negara-negara di alternatif dunia ini dan Mejelis Es. Apa ketika membuka buku lantas sudah paham maksudnya apa? Oh, jelas tidak. Malah kupikir itu peta Kerch. Ketterdam lebih tepatnya karena ceritanya diawali dari situ.

Gaya penulisan macam ini yang membuat pembaca sepertiku nyaman duluan. Oke, memang nggak begitu paham di awal-awal, tapi lama-lama terbiasa sampai akhirnya voila! paham juga. Bukannya membaca novel fantasi (apalagi yang full fantasy) memang awalnya begitu, ya?

Poin kedua, aku jatuh cinta dengan karakter ciptaan LB. Karakter mereka unik dan punya suara yang kontras satu sama lain. Jadi, gampang membedakan meskipun nantinya nggak ada embel-embel karakter yang dibicarakan ini siapa. Karakterisasinya konsisten sampai akhir dan aku suka enam gagak ini. Latar belakang cerita dari Kaz, Inej, Nina, Matthias, Wylan, dan Jesper jelas sejelas-jelasnya. Terutama Kaz, Inej, dan cerita pertemuan Nina-Matthias khusus di buku ini. Enggak ada alasan kenapa karakter itu begini dan karakter itu begitu. Setiap musuh punya kelemahan, begitupun karakter utama di buku ini.

Poin ketiga, konflik ceritanya bisa dikatakan relatable. Yah, nggak 100% sih, tapi that jurda parem bikin huru-hara satu dunia kayaknya nggak lepas dari penggunaan obat-obatan terlarang alias narkoba karena efeknya bikin seram. Parem punya dampak yang hampir sama ke para Grisha, bikin kuat memang, tapi efek sampingnya bisa jadi senjata makan tuan. Ending cerita soal kenapa Kaz harus banget menjalankan misi ke Majelis Es itu cukup menjelaskan bahwa benda atau sesuatu yang berbahaya, bisa jadi ladang keuntungan bagi orang licik.

Poin keempat, world building buku ini superkompleks. Berasa lagi menjelajah benua lain. Kayaknya bisa sih, masing-masing negara di AU ini disamakan dengan benua kita sekarang. Tapi, nggak deh, takut malah jadi huru-hara. Intinya, masing-masing negara punya kebijakan dan ciri khas.

Poin terakhir adalah hal yang bikin aku super kecewa dan memutuskan buat meniadakan rating buku. Beberapa bulan lalu beredar potongan wawancara penulis yang menyatakan dia nggak mau berurusan dengan masalah politik dan apa yang terjadi di Palestina termasuk ke dalam hal itu (ini kesimpulan yang kuambil, cmiiw). Ini salah satu buku terbaik yang aku baca tahun ini, tapi sepertinya harus kuhapus dari kemungkinan itu. Lagian, nggak akan jadi masalah besar nggak kasih rating karena yang udah nge-rating banyak.

Expand filter menu Content Warnings