novianazai's review against another edition
3.0
groovywitch's review against another edition
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.0
krissyronan's review against another edition
4.0
ossyfirstan's review against another edition
4.0
Aku membaca ini lambat-lambat meskipun buku ini page turner. Ini kali pertama membaca tulisan Kak Clarissa Gunawan, dan meskipun berbeda tetapi rasanya sama seperti ketika aku membaca tulisan-tulisan Alicia Lidwina. Terasa melankolis, sendu-sendu membiru, ada hangat-hangatnya. Tipe-tipe buku yang memang cocok dibaca di musim hujan, yang karena terlarut di dalamnya, kopi yang dibuat untuk menemani membaca menjadi dingin.
Miwako Sumida meninggal. Bunuh diri. Setiap ada bunuh diri, kita pasti bertanya mengapa? Ada apa di baliknya? Atau jika kita orang terdekat, berusaha mencari tahu apakah selama ini dia meminta bantuan?
Miwako Sumida terlihat sempurna untuk memutuskan bunuh diri. Namun, pelan-pelan potongan-potongan puzzle apa yang terjadi sebelum kematian Miwako terjawab. Meski dituturkan lewat gaya bercerita orang ketiga, tetapi gambaran sudut pandang Chie, Gini dan Ryu terasa menyenangkan. Kurasa ini tidak hanya menyoal kematian Miwako, ada cerita persahabatan, persaudaraan, dan keluarga di sini.
Sukses untuk penulisnya!
nou_m's review against another edition
4.0
literafli's review against another edition
5.0
Setelah membaca [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057], kurang afdal kalau tidak baca buku lanjutannya—yang sebenarnya bebas mau baca yang mana dulu karena cerita dan tokohnya berbeda, tetapi aku menyarankan untuk baca [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057] dulu. Mungkin tulisanku ini bisa dijadikan alasan. [b:The Perfect World of Miwako Sumida|52777764|The Perfect World of Miwako Sumida|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1567129764l/52777764._SX50_SY75_.jpg|73132916] mengusung genre misteri—meskipun begitu, unsur drama keluarga tetap lebih kental, baik di buku pertama maupun buku kedua. Persamaan lainnya yang paling nyata adalah penulis masih menonjolkan hubungan kedekatan antara kakak perempuan dengan adik laki-lakinya juga perjalanan sang tokoh untuk menguak misteri di balik kematian orang terdekatnya. Untuk pembeda, jika di [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057] penulis lebih memilih untuk menyelipkan unsur-unsur magical realism, di buku ini penulis menawarkan hal baru, yaitu supranatural. Tema yang diangkat juga lebih kaya dan dekat, seperti persahabatan, kekeluargaan, perundungan, insecurity, percintaan, dan lain-lain.
Plot:
Novel dengan tebal 366 halaman ini dibagi menjadi tiga bagian—plus prolog dan epilog—yang membuat buku ini rasanya lebih rapi dan enak diikuti—sangat berbeda dari buku debut-nya yang ceritanya ngalor-ngidul sampai bikin mengumpat. Setiap adegan atau subbab dalam cerita ini menyenangkan untuk dibaca, menarik, dan yang paling penting berperan dalam keutuhan cerita. Tidak ada lagi adegan-adegan yang percuma, tidak ada lagi tokoh tempelan yang latar belakangnya digali berlebihan, semua ditakar dengan pas!
Pada bagian pertama yang diberi judul Ryusei Yanagi, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama melalui tokoh Ryusei. Ryusei tengah terguncang setelah mendengar kabar gadis yang begitu ia cintai telah meninggal gantung diri. Baginya, semua yang terjadi sulit untuk dipercaya dan menimbulkan tanda tanya besar di kepalanya. Alasan apa yang melatarbelakangi gadis pujaannya untuk bunuh diri? Apa saja yang tidak ia ketahui tentangnya selama ini? Lalu, penulis membawaku kembali pada masa-masa awal pertemuan Ryusei dengan Miwako hingga perpisahan mereka. Mereka tak sengaja bertemu di sebuah acara ‘kencan’ dan sejak saat itu mereka jadi sering pergi bersama ke toko buku maupun ke perpustakaan. Hubungan mereka makin dekat, bahkan Miwako direkrut menjadi anak buah kakak Ryusei untuk sebuah proyek. Perasaan suka pun muncul dalam diri Ryusei, tetapi tanpa bimbang Miwako selalu menolaknya.
Pada bagian dua, cerita terfokus pada tokoh Chie. Di bagian ini hingga akhir, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Chie adalah sahabat perempuan Miwako. Mereka lulusan dari SMA yang sama dan kuliah di universitas yang sama. Latar belakang Chie dijelaskan dengan baik, sejak ia masih menjadi anak ‘transparan’ hingga menjadi gadis yang cukup popular. Akan tetapi, tetap saja ia belum punya teman dekat. Miwako adalah satu-satunya yang ia anggap sebagai teman. Ada sesuatu dalam diri Miwako yang tidak diketahui orang lain tetapi Chie mengetahuinya. Singkatnya, mereka menjalin hubungan pertemanan dengan menyimpan rahasia masing-masing. Sebenarnya, di sini aku bisa menebak masalah-masalah Miwako karena cukup jelas penulis mengungkapnya. Ah, pasti Miwako mengalami ini, nih! Setelah kematian Miwako, Chie bersama Ryusei pergi ke sebuah desa terpencil di mana Miwako menjalani hari-hari terakhirnya. Latar tempatnya digambarkan dengan rinci, jauh berbeda dengan suasana Tokyo, dan menjelang akhir bab, ada satu kejadian yang cukup membuatku merinding—tidak memunculkan hantu-hantu, melainkan suasana yang dengan bagusnya dibangun penulis.
Di bagian terakhir, penulis mengulik tokoh Fumi Yanagi—kakak Ryusei. Sampai di sini, aku antusias sekali karena Fumi adalah karakter yang membuatku penasaran dengan latar belakangnya. Penulis membawaku kembali ke masa-masa SMA ketika Fumi mengalami perundungan yang disebabkan oleh masalah remeh. Selain itu, dikisahkan pula keseharian Fumi selepas ditinggal pergi Ryusei untuk beberapa bulan. Dari sinilah aku tahu kemampuan—atau kutukan—yang dimiliki Fumi yang diwariskan turun-temurun. Berbeda dari [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057] yang bertabur mimpi-mimpi, di sini penulis menghadirkan mereka yang tak kasat mata. Menarik! Semua misteri, masalah, rahasia yang disimpan penulis ditumpahkan. Cukup mudah ditebak tetapi penyampaiannya oke.
Penokohan:
Tokoh penting di buku ini adalah Miwako Sumida. Sejak bagian awal, penulis memberi porsi yang sesuai untuknya sebagai pusat cerita—tidak seperti Keiko Ishida yang tenggelam karena penulis terlalu banyak menyoroti keseharian Ren Ishida di [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057]. Di sini, penulis mengajakku mengenal Miwako lebih dalam. Miwako memiliki karakter yang kuat: blak-blakan, pekerja keras, jujur, berpikiran terbuka, penuh kasih sayang, tak acuh, keras kepala, sedikit pendiam, dan cukup berbeda dari kebanyakan gadis. Celotehan-celotehannya membuatku senyum-senyum. Meskipun dari luar ia tampak kuat dan hidupnya cukup sempurna--disayangi keluarga dan ayah tirinya, dicintai dengan tulus oleh Ryusei, dikelilingi teman-teman yang suportif—ia menyimpan rahasia yang menuntunnya untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Ryusei Yanagi adalah cowok yang menyukai Miwako. Dia menyatakan perasaannya hingga tiga kali tetapi selalu nihil. Ia hidup hanya bersama Fumi, sang kakak, sebab kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Ia begitu bergantung dan menyayangi Fumi. Karakter yang juga kusukai, dewasa. Selain itu, Fumi Yanagi, orang yang memperkerjakan Miwako. Ia pekerja keras. Ia memiliki masa lalu yang pahit, karenanya ia sangat berusaha berdamai dengan dirinya sendiri. Ia memiliki kemampuan—kutukan—untuk melihat makhluk halus. Terakhir, Chie dan Sachiko, sahabat perempuan Miwako. Mereka pernah bekerja di kafe yang sama. Penulis tidak lagi menciptakan tokoh-tokoh pendukung yang tidak membawa kemajuan untuk ceritanya, tidak lagi menjabarkan latar belakang tokoh-tokoh tersebut dengan berlebihan. Hal ini sangat kuapresiasi.
Gaya bahasa, penyampaian, dan terjemahan:
Aku tidak pernah meragukan kemampuan Clarissa Goenawan dalam menulis. Gaya penulisannya luar biasa bagus. Kosakata yang dipilihnya bukanlah kata tingkat dewa tetapi tetap membentuk kalimat-kalimat yang indah. Aku sama sekali tidak menemui kesulitan dalam memahami kisah ini. Ia menuturkan dengan begitu jelas dan mendetail dalam segala hal. Ditambah lagi, terjemahannya pantas diacungi dua jempol. Yang lebih menyenangkan adalah minimnya salah tik di buku ini, rasa risih dan jengkel tidak akan ditemui. Satu kata: nyaman.
Ide cerita:
Formula kisah ini masih sama seperti Rainbirds—dibuka dengan kematian ganjil tokoh perempuan lalu perjalanan tokoh-tokoh lain demi memahami apa motifnya dengan cara terjun langsung dan ikut menyelami kehidupannya dan mengenang kebersamaan mereka di masa lalu. Idenya yang mungkin sudah banyak dipakai ini dikemas dengan menawan dan rapi. Bukan sekadar misteri yang dibumbui kisah cinta, lebih dari itu, kisah antara sahabat, pencarian jati diri, masalah pergaulan remaja, konflik internal keluarga, hal-hal di luar nalar, semua itu tersaji di dalam buku ini. Seperti yang kubilang sebelumnya, lebih kaya dari [b:Rainbirds|33026565|Rainbirds|Clarissa Goenawan|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1501005435l/33026565._SX50_.jpg|53682057].
Rangkuman:
1. Gaya penulisan, terjemahan, sampul buku, jenis dan ukuran font benar-benar kece. Sangat nyaman membaca versi digitalnya.
2. Isu yang diangkat lebih kaya dari Rainbirds.
3. Tokoh-tokohnya pas, semua mempunyai peran yang jelas.
4. Fokus pada kasus utama, tidak melenceng.
5. Tidak kutemui salah tik.
6. Alurnya rapi sehingga membuat betah merampungkannya.
Spoiler
Aku belum ketemu kekurangan yang fatal di buku ini, hanya saja aku menyadari tokoh perempuan yang bermasalah selalu memiliki ketertarikan pada orang yang jauh lebih tua—jika ini bisa disebut kekurangan—aku sedikit berharap permasalahan yang berbeda untuk buku ini.
missrhinnan's review against another edition
5.0
feijoas's review against another edition
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.5
chinchirah's review against another edition
3.0
The Perfect World of Miwako Sumida is the story of Miwako Sumida, a Japanese university student and her 3 closest friends after she suddenly commits suicide: Chie, Ryusei, and his older sister Fumi-nee. Over the course of the book, these three individuals set of on journeys (in both the literal and metaphorical sense) to find out what led the girl they all cared for so much to do so.
Although the prose is very simply written and seems to be suitable for a YA audience, there are some sensitive themes explored in the book including suicide and others that I cannot write without spoiling the book.
I have mixed feelings about this book. It's told in three parts: firstly from Ryusei's POV, then Chie's, and lastly through Fumi-nee's perspective. While all the characters were all likeable and interesting, my enjoyment of the book started to drop after Ryusei's perspective was finished as it was the only one written in first person. Also, I felt the wrapping up of the story was quite rushed in the third part and did not have the impact on me that the author probably intended for the reader. I'm all for magical realism and mystery in fiction, but I feel like it could've been improved a lot more.