Reviews

Tokyo & Perayaan Kesedihan by Ruth Priscilia Angelina

takinreads's review

Go to review page

4.0

sukaa

nvtpages's review

Go to review page

4.0

"Untuk yang sedang menyerah dengan hidup, meski dapat disudahi, hidup ini juga berhak dijalani"

Semesta mempertemukan dua orang dengan cara yang baik.
Siapa sangka, pertemuan secara kebetulan itu malah mendatangkan perubahan besar bagi keduanya.
Shira, seorang wanita yg sedang mencoba 'menyelesaikan' rumitnya kehidupan penuh setiran, dan Joshua yang sedang mencoba menghibur diri dari penyesalan terhadap masa lalunya. Kesedihan, penyesalan, rasa frustasi mereka, dituliskan dalam sebuah kisah di buku ini.

Pertama, mari kita apresiasi keindahan cover buku ini. Jujur, saat melihatnya di toko buku, aku langsung terpana. Ilustrasi sampulnya sangat indah untuk isi cerita yang gloomy.

Membaca buku ini sama seperti membaca buku harian seseorang. Karena menggunakan POV orang pertama, membuat pembaca dengan mudah masuk ke dalam emosi setiap tokoh.

Buku ini secara garis besar terdiri dari 2 bagian. Sudut pandang Shira, dan sudut pandang Joshua.
Pada bagian Shira, aku agak terganggu dengan kata "gue" disana. Mungkin karena tidak terbiasa membaca buku dengan kata ganti orang pertama "gue" jadi kurang nyaman saja.

Selebihnya, buku ini memiliki diksi yang indah, banyak kalimat yang relate dengan kehidupan & quotable, penggambaran karakternya sangat detail, foto sudut-sudut Tokyo yang dicantumkan juga mendukung suasana pada buku ini.
Endingnya aku rasa cukup untuk menggambarkan bagaimana akhir kisah mereka.

Bukan cerita romansa, namun buat kalian yang ingin lepas dari rasa overthinking, suka membohongi diri, sulit mengatakan 'tidak' kepada orang lain, buku ini layak untuk dibaca.

"Hidup harus terus berjalan, Shira. Suka atau tidak."
-hal. 103

tadyreading's review

Go to review page

2.0

Sedih, ga cocok sama buku nya. Padahal suka banget sama buku RD Light.

Secara keseluruhan aku sangat terganggu sama gaya penulisan di buku ini. Diawal buku POV Shira terlalu banyak kata "gue" dan ada ketidak konsistenan yang mana ada paragraf menggunakan kata "aku". Sementara untuk POV Joshua yang menggunakan kata ganti "saya" entah kenapa terasa ga natural dengan narasinya.
Ceritanya ringkas, isinya berasa baca diari orang yang kesepian, hopeless, kinda depresi (?). Sepanjang baca pengen cepat-cepat selesai biar ga dnf

pasarmalam's review

Go to review page

2.0

The writing style in the first half makes me want to rip my hair out i'm sorry

violetavoila's review

Go to review page

3.0

Shira datang ke Tokyo, tempat ia dilahirkan, karna ingin pergi jauh dan bebas dari kekangan orang tuanya dan untuk menemukan dirinya sendiri. Sedangkan Joshua datang ke Tokyo untuk tampil di resital pada malam natal sekaligus untuk sejenak menjadi pecundang dalam hidupnya. Mereka secara kebetulan bertemu di bandara karena Tolak Angin. Namun setelah menghabiskan malam natal dan malam tahun baru bersama, masing-masing dari mereka mulai menyadari bahwa mungkin pertemuan mereka bukan hanya sekedar pertemuan kebetulan saja. Mereka sama-sama memiliki kesedihan.

Shira mempunyai rencana untuk bunuh diri karena sudah lelah menjalani hidupnya yg penuh kesedihan dan tekanan. Ia bertemu dengan Joshua yg memberikan validasi atas kesedihan-kesedihan yg ia rasakan. Selama pertemuan itu Shira menuliskan beberapa surat untuk teman-teman dan orang tuanya di Indonesia. Kemudian ia menghilang di awal tahun baru. Ia menitipkan surat-suratnya kepada Joshua untuk dikirimkan. Kepergian Shira yg tiba-tiba itu membuat Joshua merasa takut dan menyesal. Joshua tidak mau lagi merasa menyesal karena telah meremehkan perasaan-perasaan orang lain. Di tengah-tengah perasaannya itu, ia juga merasa bimbang apakah ia harus mengirimkan surat-surat itu atau tidak.

Baca buku ini bikin capek dan ngerasa hampa karna suasana yg dibawakan dalam buku ini gloomy bgt. Terutama karena karakter utamanya yg selalu diliputi kesedihan-kesedihannya sendiri. Aku merasa, Shira ini depresi dan udah kecewa bgt sama hidupnya sehingga dia dengan mantap ingin bunuh diri. Ending dari buku ini jg cukup melegakan karna akhirnya Shira kembali. Tapi pas aku baca komen authornya di Goodreads, aku jadi sedih lg pas tau ending yg sebenernya

abovethecloud's review

Go to review page

4.0

Bagussss huhuuu abis baca ini rasanya pengen nangis sekencang-kencangnyaaa karena banyak hal yg relate, send virtual hug untuk Shira, Joshua dan untuk semua orang yang sedang berjuang agar tetap hidupp. Kalian hebat dan teruslah hidup, kebahagiaan akan datang suatu hari nanti :)

tiareadsbooks25's review

Go to review page

5.0

•recently read•
4.3/5⭐


Tokyo & Perayaan Kesedihan bercerita tentang Shira dan Joshua, dua orang asing yang dipertemukan takdir di Tokyo. Shira dengan kesedihan-kesedihannya, mencoba menikmati kebebasan dan menjadi dirinya sendiri untuk pertama kalinya. Ia pun berhasil menemukan penyelesaian paling terencana dalam hidupnya. Sedangkan, Joshua dengan segala penyesalannya di masa lalu, berusaha berhenti menjadi pecundang dan memperbaiki segalanya. Dimulai dari menyelamatkan Shira.

Ini buku ke-5 dari Ruth Priscilia A. yang aku baca. Seperti buku lainnya, buku ini pun begitu mengalir dengan gaya bercerita yang menyenangkan. Dengan tebal 196 halaman saja, mungkin lebih cocok disebut novella dan dapat dibaca dalam sekali duduk. Oh, aku sangat suka dengan selipan foto-foto yang diambil sendiri oleh Kak Ruth dalam perjalannya ke Tokyo tahun lalu. Lumayan membantu menghidupkan cerita.

Oh, jangan tertipu dengan cover design-nya yang cantik dan berharap akan disuguhi cerita romance. Justu ceritanya begitu kelam, suram dan gelap, meskipun dibalut dengan untaian kata yang indah. Membaca novella ini membuatku banyak berpikir dan mengingat kesedihan yang pernah aku alami. Aku yakin, banyak dari kita yang akan relate dengan kisah Shira maupun Joshua. Pada suatu titik dalam hidup, kita pasti pernah merasakan kesedihan, keputusasan, ketakutan, depresi dan lelah menjalani kehidupan. Entah yang mana, rasanya kesedihan memang patut dirayakan.

#tiareadsbooks #tiawritesreviews

•••

FAVE QUOTES:


❝Jika kau masih hidup hari ini, jadilah hidup.❞
—Page 7

❝Hidup itu seharusnya dijalani saja. Ada pertemuan, ada perpisahan. Ada kelahiran, ada kematian. Ada kebahagiaan, ada kesedihan. Jalani saja, itu kata saya kepada diri sendiri setiap hari.❞
—Page 9

❝Mencoba menjadi kosong adalah bagaimana cara gue melawan kegelisahan-kegelisahan. Karena nyatanya mencoba jadi bahagia tidak bisa melawan semua itu. Coba jadi bahagia, sebaliknya, semakin melahirkan kerisauan.... Maka menjadi kosong adalah sebuah celah aman untuk gue bersembunyi.❞
—Page 35-36

❝Pohon adalah tabib-tabib raksasa, sesekali terpaksa tertular kesedihan manusia yang berteduh di bawahnya, tapi selalu dapat menyembuhkan diri kembali.... Pohon adalah jiwa-jiwa yang baik, yang seringnya malah dibunuh manusia tidak berhati.❞
—Page 57

❝Itu suara yang datang dari badan kamu yang kecapekan. Tapi, Shira, suara nggak akan berhenti ada di kepalamu. Terkadang justru suara orang lain yang mengingatkan suara dirimu sendiri. Jangan lari, tapi dengarkan. Pilah satu-satu supaya kamu tahu mana yang perlu kamu dengarkan.❞
—Page 69

❝Hidup harus terus berjalan, Shira. Suka atau tidak.❞
—Page 103

❝Mungkin saya dan semua orang lain, sama-sama takut buat mengatakan kebenaran, dan sebaliknya menyampaikan apa yang mau orang lain dengar saja, ya nggak?❞
—Page 84

❝Menjadi kalah, salah, dan kehilangan akan memberimu ruang untuk menyesal. Menyesal akan membuatmu sedih, tapi itu membuatmu mengingat masa-masa baik yang pernah kaudapatkan. Dari situ kau belajar menghargai hidup.❞
—Page 164-165

❝Hidup ini disudahi saja, begitu gue bilang kepada diri sendiri setiap hari. ...meski dapat disukai, hidup ini juga berhak dijalani.❞
—Page 199

jdhwnn's review

Go to review page

3.0

Tulisan nya emang benar benar seperti sedang merayakan kesedihan, sendu mendayu dan membuat aku bisa merasakan apa yang tokoh rasakan. Bahasa dan pembahasan nya nggak terlalu berat. Bahkan banyak banget yang relate dengan apa yang lagi aku rasakan saat ini. Mungkin hampir sebagian besar dari kita juga pernah mengalami rasa lelah, takut, dan sedih akibat hidup yang serba cepat dan menuntut. Bagaimana orang-orang di sekitar kita seringkali secara tidak sadar malah menjadi sumber "masalah" bagi perasaan kita sendiri. Kesendirian yang ingin dirasakan oleh Shira dan Joshua tidaklah salah. Banyak dari kita yang seringkali menganggap orang yang terlihat "baik-baik" saja tidaklah memiliki masalah emosi. Nyatanya banyak di antara mereka yang memiliki beban emosional yang berusaha mereka sembunyikan.

Aku cukup menikmati saat baca buku ini.

Tapi, ada beberapa hal yang aku masih agak bingung dari buku ini. Seperti alur, latar dan masalah sang tokoh.
Alur tentang tokoh bernama Shira, aku hanya ngerti bahwa dia sedang ada masalah, ini dan itu tanpa ada penjelasan sebelumnya kenapa ada masalah tersebut, dan aku sama sekali ga tau turning point nya apa sampe Shira mau bunuh diri.

Cerita nya juga dipenuhi dengan monolog, sebenernya aku ngga terlalu suka monolog karena akan cepet bosen. Tapi overall ini ngga bosen karena emang cuma 196 Hal dan diselipin foto foto yang diambil sang penulis saat berada di Jepang. Tapi ending nya nyebelin :')

thehecticdays's review

Go to review page

4.0

Semakin yakin kalo Tokyo tempat yang cocok buat melepas rasa galau

volundears's review

Go to review page

3.25

shira's pov was very comforting but once it gets to the male lead.. i dont really like it lol