Scan barcode
juliaaz's review
emotional
inspiring
lighthearted
fast-paced
- Plot- or character-driven? N/A
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? N/A
- Diverse cast of characters? N/A
- Flaws of characters a main focus? N/A
4.5
jasminertea's review
challenging
dark
sad
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? N/A
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
3.75
Graphic: Death and Death of parent
Minor: Pregnancy
ossyfirstan's review
4.0
53-2019
Sejak buku ini muncul di Gram-Dig, kusengaja menunda-nunda karena mencai momen yang tepat membacanya. Akan tetapi, pada akhirnya kumalah mengambil waktu yang tak tepat hingga berujung membaca ini sepotong-potong. Kupernah membaca drafnya di wattpad dan ingatan curutku tidak begitu mengingat hingga tabisa membandingkan versi lama dan baru.
Akibat terputus-putus itu, aku kurang merasa kemuraman di awal cerita. Namun, kupikir itu sebab ceritanya yang memang tak muram-muram amat di depan. Ini mungkin sebab alur yang lambat, tapi kurasa itu untuk membangun kelekatan tokoh dan kutak mati bosan membacanya. Menuju akhir, kusuka bagaimana cerita meledak dan membuat brebes mili.Sekian dan sukses untuk penulisnya ^^
Sejak buku ini muncul di Gram-Dig, kusengaja menunda-nunda karena mencai momen yang tepat membacanya. Akan tetapi, pada akhirnya kumalah mengambil waktu yang tak tepat hingga berujung membaca ini sepotong-potong. Kupernah membaca drafnya di wattpad dan ingatan curutku tidak begitu mengingat hingga tabisa membandingkan versi lama dan baru.
Akibat terputus-putus itu, aku kurang merasa kemuraman di awal cerita. Namun, kupikir itu sebab ceritanya yang memang tak muram-muram amat di depan. Ini mungkin sebab alur yang lambat, tapi kurasa itu untuk membangun kelekatan tokoh dan kutak mati bosan membacanya. Menuju akhir, kusuka bagaimana cerita meledak dan membuat brebes mili.Sekian dan sukses untuk penulisnya ^^
jaerishyuk's review
4.0
Buku ini hampir selalu direkomendasikan user twitter tiap kali ada yang minta rekomendasi buku sedih.
Awalnya, aku belum mau baca karena lagi menghindari bacaan yang mengandung angst, tapi akhirnya mutusin buat baca juga hehe.
At first, jujur sampe bagian pertengahan, sedihnya belum berasa. Kayak, i know Keisha's life is hard, tapi ternyata itu ga sampe bikin aku nangis sesegukan.
Baru deh pas pertengahan menuju akhir, aku udah mulai cengeng karena baca cerita ini.
Thank you kak Inggrid for made such a well-written story about Keisha and Sadewa.
Awalnya, aku belum mau baca karena lagi menghindari bacaan yang mengandung angst, tapi akhirnya mutusin buat baca juga hehe.
At first, jujur sampe bagian pertengahan, sedihnya belum berasa. Kayak, i know Keisha's life is hard, tapi ternyata itu ga sampe bikin aku nangis sesegukan.
Baru deh pas pertengahan menuju akhir, aku udah mulai cengeng karena baca cerita ini.
Thank you kak Inggrid for made such a well-written story about Keisha and Sadewa.
antariksach's review
4.0
1) Wow, ada twist-nya di tengah-tengah. Meskipun mendadak banget dan rasanya agak maksa (di kepala saya yang memang nggak tahu apa-apa soal buku ini sebelum mulai baca), setidaknya elemen magical-nya cukup dikasih perlogikaan (??) yang jelas sampai akhir cerita.
2) Meskipun bacanya di Play Book, saya tahu buku ini tebalnya kayak apa. Dan setelah membaca sambil mengamati pembabakan cerita dari jumlah halamannya, saya rasa cerita dalam buku ini terbagi jadi dua bagian: latar belakang dan isi. Kisah "tujuh hari untuk Keshia" yang jadi judul buku (dan merupakan inti buku ini) baru dimulai setelah jalan setengah buku. Sebelum itu, selama hampir dua ratus halaman, yang diceritakan adalah "latar belakang" dari semua yang terjadi selama babak "tujuh hari". "Latar belakang" itu termasuk alasan Keshia harus tinggal sama Sadewa, kisah keluarga River yang cukup bikin saya ??? karena begitu dramatis dan rumit, kisah Sadewa, dan lain sebagainya. Babak baru atau babak "tujuh hari" baru dimulai ketika *********** (disensor), dan setelah itu alur cerita jadi bergerak lebih cepat. Mungkin kalau dibuat grafik, kurvanya agak datar sambil pelan-pelan naik di awal, dan mulai dari tengah sampai akhir barulah terus naik menuju puncak seperti AFI lalu menurun. Yha ini pemahaman saya yang rumit atas buku ini tapi cukup membantu saya melogika kenapa buku ini sangat tebal.
3) Hubungan Keshia dan River rasanya tanggung. Saya mengerti sih mereka sengaja dibuat kayak begitu sampai akhir, tapi itu membuat kisah River terasa seperti "numpang doang" di cerita yang bisa saja difokuskan sebagai kisah anak dan ayah antara Keshia dan Sadewa tanpa ada River-rivernya. Dengan kata lain, saya nggak nangkep chemistry-nya Keshia dan River dan itu membuat ending cerita ini terasa aneh. Harusnya di babak "latar belakang", interaksi mereka diperbanyak lagi tanpa membuat Keshia baper (karena kalau Keshia baper, keseluruhan cerita bakal ikut berubah).
4) Di awal cerita, penjabaran emosi dengan diksi yang angsty terasa maksa karena saya nggak tahu konteksnya apa tapi belom-belom udah diajak sedih. Tapi makin ke belakang, begitu penderitaan dan kesedihan para tokoh diuraikan, konteksnya jadi lebih jelas dan penjabaran emosinya bisa membuat saya lebih bersimpati. Also, diksi Inggrid luar biasa meskipun saya merasa ada jomplangnya. Inggrid lebih luwes ketika menulis diksi yang puitis dan agak tersendat-sendat ketika menulis diksi yang naratif (saya menemukan cukup banyak pengulangan kata dan kata-kata mubazir di teks-teks yang sifatnya naratif, tapi di teks yang puitis lancar-lancar aja).
5) Suasana ceritanya dapet. Latarnya nggak detail-detail banget tapi begini aja rasanya udah sangat hidup, lokal, dan mungkin relateable bagi warga setempat (maksudnya orang-orang yang juga tinggal di Jakarta dan sekitarnya).
6) Saya sangat mengapresiasi upaya Inggrid untuk menulis kisah remaja dengan pembawaan yang sangat sangat sangat emosional dan melankolis seperti ini, dan poin ini aja sudah cukup untuk bikin saya ngasih bintang yang cukup banyak untuk buku ini. Siapa saja mungkin bisa menulis kisah ayah dan anak berbumbu magical realism seperti Tujuh Hari untuk Keshia, tapi nggak semua orang bisa menuliskan kisah itu dengan pendalaman emosi sekuat dan seintens yang dilakukan Inggrid. Dan saya sudah baca cukup banyak novel remaja untuk tahu novel remaja lokal kita sering banget lacking emotional depth karena masih banyak narasi "novel remaja harus ringan dan mudah dipahami". Tujuh Hari untuk Keshia dengan segala kelemahan dan keunggulannya turut menyumbangkan warna yang berbeda (hitam dan kelam mungkin seperti kovernya) yang memperkaya koleksi novel remaja Indonesia, dan saya sangat menghargai itu. Mari perbanyak novel remaja yang gelap dan berat supaya remaja-remaja kita punya koleksi bacaan yang luas sesuai dengan umur mereka tanpa harus lari-lari dulu ke novel dewasa!
2) Meskipun bacanya di Play Book, saya tahu buku ini tebalnya kayak apa. Dan setelah membaca sambil mengamati pembabakan cerita dari jumlah halamannya, saya rasa cerita dalam buku ini terbagi jadi dua bagian: latar belakang dan isi. Kisah "tujuh hari untuk Keshia" yang jadi judul buku (dan merupakan inti buku ini) baru dimulai setelah jalan setengah buku. Sebelum itu, selama hampir dua ratus halaman, yang diceritakan adalah "latar belakang" dari semua yang terjadi selama babak "tujuh hari". "Latar belakang" itu termasuk alasan Keshia harus tinggal sama Sadewa, kisah keluarga River yang cukup bikin saya ??? karena begitu dramatis dan rumit, kisah Sadewa, dan lain sebagainya. Babak baru atau babak "tujuh hari" baru dimulai ketika *********** (disensor), dan setelah itu alur cerita jadi bergerak lebih cepat. Mungkin kalau dibuat grafik, kurvanya agak datar sambil pelan-pelan naik di awal, dan mulai dari tengah sampai akhir barulah terus naik menuju puncak seperti AFI lalu menurun. Yha ini pemahaman saya yang rumit atas buku ini tapi cukup membantu saya melogika kenapa buku ini sangat tebal.
3) Hubungan Keshia dan River rasanya tanggung. Saya mengerti sih mereka sengaja dibuat kayak begitu sampai akhir, tapi itu membuat kisah River terasa seperti "numpang doang" di cerita yang bisa saja difokuskan sebagai kisah anak dan ayah antara Keshia dan Sadewa tanpa ada River-rivernya. Dengan kata lain, saya nggak nangkep chemistry-nya Keshia dan River dan itu membuat ending cerita ini terasa aneh. Harusnya di babak "latar belakang", interaksi mereka diperbanyak lagi tanpa membuat Keshia baper (karena kalau Keshia baper, keseluruhan cerita bakal ikut berubah).
4) Di awal cerita, penjabaran emosi dengan diksi yang angsty terasa maksa karena saya nggak tahu konteksnya apa tapi belom-belom udah diajak sedih. Tapi makin ke belakang, begitu penderitaan dan kesedihan para tokoh diuraikan, konteksnya jadi lebih jelas dan penjabaran emosinya bisa membuat saya lebih bersimpati. Also, diksi Inggrid luar biasa meskipun saya merasa ada jomplangnya. Inggrid lebih luwes ketika menulis diksi yang puitis dan agak tersendat-sendat ketika menulis diksi yang naratif (saya menemukan cukup banyak pengulangan kata dan kata-kata mubazir di teks-teks yang sifatnya naratif, tapi di teks yang puitis lancar-lancar aja).
5) Suasana ceritanya dapet. Latarnya nggak detail-detail banget tapi begini aja rasanya udah sangat hidup, lokal, dan mungkin relateable bagi warga setempat (maksudnya orang-orang yang juga tinggal di Jakarta dan sekitarnya).
6) Saya sangat mengapresiasi upaya Inggrid untuk menulis kisah remaja dengan pembawaan yang sangat sangat sangat emosional dan melankolis seperti ini, dan poin ini aja sudah cukup untuk bikin saya ngasih bintang yang cukup banyak untuk buku ini. Siapa saja mungkin bisa menulis kisah ayah dan anak berbumbu magical realism seperti Tujuh Hari untuk Keshia, tapi nggak semua orang bisa menuliskan kisah itu dengan pendalaman emosi sekuat dan seintens yang dilakukan Inggrid. Dan saya sudah baca cukup banyak novel remaja untuk tahu novel remaja lokal kita sering banget lacking emotional depth karena masih banyak narasi "novel remaja harus ringan dan mudah dipahami". Tujuh Hari untuk Keshia dengan segala kelemahan dan keunggulannya turut menyumbangkan warna yang berbeda (hitam dan kelam mungkin seperti kovernya) yang memperkaya koleksi novel remaja Indonesia, dan saya sangat menghargai itu. Mari perbanyak novel remaja yang gelap dan berat supaya remaja-remaja kita punya koleksi bacaan yang luas sesuai dengan umur mereka tanpa harus lari-lari dulu ke novel dewasa!
mayunotnais's review
4.0
gak bisa berkata-kata. suka banget dengan perkembangan karakter juga hubungan Keshia dan Sadewa, berasa natural banget, ga terburu-buru. selain itu, puas banget baca 400+ halaman
destinugrainy's review
3.0
Sebelum membaca novel ini, saya membaca sekilas beberapa review yang mengatakan kalau ceritanya bertaburan irisan bawang alias bikin nangis. Karenanya saya mencari waktu yang pas untuk membacanya...haha.
Keshia lahir tanpa kehadiran ayahnya dan bertumbuh tanpa kasih sayang dari mamanya. Hanya Eyang yang mengasuhnya, mengajarkannya banyak hal untuk bisa mandiri. Setelah eyangnya pergi, dan ibunya menikah dengan pria lain (setelah menjadi wanita simpanan dalam beberapa kurun waktu lamanya), Keshia ditinggalkan di rumah seorang pria yang menurut mamanya pria itu adalah ayah kandungnya. Keshia yang hampir 17 tahun itu kecewa, dan tentunya frustasi berhadapan dengan seorang pria urakan yang tinggal di rumah yang layak menjad kandang genderuwo.
Di sekolah, Keshia juga mengalami masalah. Dia di-bully temannya karena orang tuanya dan juga karena dituduh merebut pacar sahabatnya sendiri. Penderitaan Keshia bertubi-tubi, tapi Keshia berusaha tetap tegar.
Yang saya suka di novel ini adalah interaksi antara Keshia dan ayahnya. Cara mereka saling mengenal dan berusaha memahami. Sadewa, ayah Keshia, adalah seorang vokalis band beraliran rock alternative. Sejak kecil hidupnya sudah tidak teratur, dan mendapatkan seorang anak gadis tidak bisa mengubah hidupnya begitu saja. Ada banyak penyesuaian, banyak pengertian. Hingga pada satu titik, Sadewa mempertaruhkan hidupnya demi sebuah keajaiban. Kisah tentang ayah dan anak selalu sukses membuat saya meneteskan air mata.
Salah satu benang merah dalam novel ini adalah tentang keajaiban. Ada unsur-unsur supranatural di sini, tapi nggak yang seram-seram juga sih. Lalu ada unsur romansa antara Keisha dan River meski nggak menjadi dominan di dalam novel ini. Mungkin kalau dikategorikan, novel ini lebih ke family-lit daripada romance-lit.
Keshia lahir tanpa kehadiran ayahnya dan bertumbuh tanpa kasih sayang dari mamanya. Hanya Eyang yang mengasuhnya, mengajarkannya banyak hal untuk bisa mandiri. Setelah eyangnya pergi, dan ibunya menikah dengan pria lain (setelah menjadi wanita simpanan dalam beberapa kurun waktu lamanya), Keshia ditinggalkan di rumah seorang pria yang menurut mamanya pria itu adalah ayah kandungnya. Keshia yang hampir 17 tahun itu kecewa, dan tentunya frustasi berhadapan dengan seorang pria urakan yang tinggal di rumah yang layak menjad kandang genderuwo.
Di sekolah, Keshia juga mengalami masalah. Dia di-bully temannya karena orang tuanya dan juga karena dituduh merebut pacar sahabatnya sendiri. Penderitaan Keshia bertubi-tubi, tapi Keshia berusaha tetap tegar.
Yang saya suka di novel ini adalah interaksi antara Keshia dan ayahnya. Cara mereka saling mengenal dan berusaha memahami. Sadewa, ayah Keshia, adalah seorang vokalis band beraliran rock alternative. Sejak kecil hidupnya sudah tidak teratur, dan mendapatkan seorang anak gadis tidak bisa mengubah hidupnya begitu saja. Ada banyak penyesuaian, banyak pengertian. Hingga pada satu titik, Sadewa mempertaruhkan hidupnya demi sebuah keajaiban. Kisah tentang ayah dan anak selalu sukses membuat saya meneteskan air mata.
Salah satu benang merah dalam novel ini adalah tentang keajaiban. Ada unsur-unsur supranatural di sini, tapi nggak yang seram-seram juga sih. Lalu ada unsur romansa antara Keisha dan River meski nggak menjadi dominan di dalam novel ini. Mungkin kalau dikategorikan, novel ini lebih ke family-lit daripada romance-lit.
heyitsayta's review
4.0
Sebelumnya aku ijin untuk tulis beberapa trigger warnings untuk kalian yang tertarik baca buku Tujuh Hari untuk Keshia.
Trigger warnings: mentions of suicide, suicidal thoughts, mild self-harm.
Sayang sekali karena menurutku seharusnya penulis bisa menulis beberapa hal tersebut di awal buku. Mungkin bisa jadi catatan ya untuk penulis kalau ingin mengangkat cerita dengan unsur yang sama di buku selanjutnya:)
Oke sekarang langsung review ke bukunya aja ya.
Kalau boleh jujur awalnya aku nggak yakin sama buku ini karena terkesan sangat klise: seorang gadis miskin dengan beban hidupnya dan seorang laki-laki keturunan kaya raya dan segala beban hidupnya yang berakar dari dan bukan lain adalah.....daddy issues
Narrator: "She was, in fact, not surprised at all."
Anyway, ternyata dan syukurnya, aku masih bisa menikmati karena ceritanya ngalir dan jeplakan-jeplakan yang dilontarkan Keshia, Dewa, dan teman-temannya Dewa lucu-lucu dan bahasanya sehari-hari banget.
Satu hal, dua hal, tiba-tiba bukunya jadi kayak drama Korea Goblin, yang sebenarnya masih enak aja untuk dibaca, cuma kaget aja kok tiba-tiba jadi buku genre fantasi.......
Tadinya mau kasih bintang 3 aja tapi ternyata nangis sih dan sebagai seorang yang suka baca cerita yang bikin sedih (I perhaps need some help with this one), langsung kutambahin aja tuh satu bintang lagi. APALAGI lagu-lagu yang dipilih di buku ini mantep-mantep!! Jadi nggak tega kalau kasih 3 aja.
Sekian!
Trigger warnings: mentions of suicide, suicidal thoughts, mild self-harm.
Sayang sekali karena menurutku seharusnya penulis bisa menulis beberapa hal tersebut di awal buku. Mungkin bisa jadi catatan ya untuk penulis kalau ingin mengangkat cerita dengan unsur yang sama di buku selanjutnya:)
Oke sekarang langsung review ke bukunya aja ya.
Kalau boleh jujur awalnya aku nggak yakin sama buku ini karena terkesan sangat klise: seorang gadis miskin dengan beban hidupnya dan seorang laki-laki keturunan kaya raya dan segala beban hidupnya yang berakar dari dan bukan lain adalah.....daddy issues
Narrator: "She was, in fact, not surprised at all."
Anyway, ternyata dan syukurnya, aku masih bisa menikmati karena ceritanya ngalir dan jeplakan-jeplakan yang dilontarkan Keshia, Dewa, dan teman-temannya Dewa lucu-lucu dan bahasanya sehari-hari banget.
Satu hal, dua hal, tiba-tiba bukunya jadi kayak drama Korea Goblin, yang sebenarnya masih enak aja untuk dibaca, cuma kaget aja kok tiba-tiba jadi buku genre fantasi.......
Tadinya mau kasih bintang 3 aja tapi ternyata nangis sih dan sebagai seorang yang suka baca cerita yang bikin sedih (I perhaps need some help with this one), langsung kutambahin aja tuh satu bintang lagi. APALAGI lagu-lagu yang dipilih di buku ini mantep-mantep!! Jadi nggak tega kalau kasih 3 aja.
Sekian!
nuifebrianti's review
4.0
Jadi, THuK ini merangkum cerita Keshia dan segala kesulitan dalam hidupnya. Jahanam banget penulisnya, super tega! Keshia yang baru ditinggal omanya, harus menghadapi kenyataan super pahit: ibunya menikah lagi dan menelantarkan Keshia tepat di depan rumah ayah yang bahkan belum pernah dia temui selama 16 tahun hidupnya.β£
β£
Dari sini, masalah Keshia makin bejibun. Di rumah ribut sama Sadewa si ayah, sementara di sekolah kena risak. Tapi dari jauh ada sosok River yang diam-diam "jagain" Keshia. Dan River ini hidupnya nggak kalah tragis. Kisah lengkapnya kalian baca sendiri ya. Aku takut beleweran lagi kalau cerita panjang π’β£
β£
Jujur, awalnya aku super skeptis sama novel ini. Temanya mengangkat hubungan ayah-anak dan itu sangat aku hindari. Tapi, berhubung Inggrid Sonya yang nulis, akhirnya aku ikut PO (biarpun nggak kebagian, ganas fans-nya Inggrid π) dan untungnya langsung ada nih di Gramedia Digitalβ£
β£
Rasanya, baru baca 29 halaman aja nyesek sekalehhh. Aku lupa deh mulai nangis di mana, pokoknya bantalku basah semua tadi pagi. Nangisku itu sampai terisak-isak, sesak tiada taraaa. Harusnya ada warning di lembar awal buku nih, berpotensi melumpuhkan otak dan meremukkan hati πππβ£
β£
Congrats untuk kelahiran buku ini, Grid! I must say, so far this is your best book! Selalu kutunggu karya terbarumu πβ£
β£
Dari sini, masalah Keshia makin bejibun. Di rumah ribut sama Sadewa si ayah, sementara di sekolah kena risak. Tapi dari jauh ada sosok River yang diam-diam "jagain" Keshia. Dan River ini hidupnya nggak kalah tragis. Kisah lengkapnya kalian baca sendiri ya. Aku takut beleweran lagi kalau cerita panjang π’β£
β£
Jujur, awalnya aku super skeptis sama novel ini. Temanya mengangkat hubungan ayah-anak dan itu sangat aku hindari. Tapi, berhubung Inggrid Sonya yang nulis, akhirnya aku ikut PO (biarpun nggak kebagian, ganas fans-nya Inggrid π) dan untungnya langsung ada nih di Gramedia Digitalβ£
β£
Rasanya, baru baca 29 halaman aja nyesek sekalehhh. Aku lupa deh mulai nangis di mana, pokoknya bantalku basah semua tadi pagi. Nangisku itu sampai terisak-isak, sesak tiada taraaa. Harusnya ada warning di lembar awal buku nih, berpotensi melumpuhkan otak dan meremukkan hati πππβ£
β£
Congrats untuk kelahiran buku ini, Grid! I must say, so far this is your best book! Selalu kutunggu karya terbarumu πβ£