katrinky's review
challenging
dark
emotional
funny
reflective
sad
slow-paced
2.75
I read this on metro between other books because it's lightweight in my bag, so I already don't really remember the first stories,and the plots are surreal enough that there are no easy hooks to remember. overall it kept me interested all the way through, but it was a vague interest, and nothing made a strong impression afterward.
shansometimes's review against another edition
dark
emotional
reflective
sad
tense
slow-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
thebooktrail88's review
4.0
Visit the locations in the novel
Humiliation is an interesting title for this collection of stories, but when you realise it’s about the ups and downs of life, its messiness, its unpredictability, then you realise how good a title that is. Wait until you get to the end for a true reflection of that title!
This Chilean author has won the Roberto Bolano Prize, the Circle of Art Critics Prize, the Municipal Literature Prize, and was selected as one of the 10 best books of the year by the newspaper El Pais! No pressure then….
The stories are as varied as they are interesting – first one opens with a man going for an interview with his two daughters in tow.His greatest humiliation lies ahead. There’s plenty of humiliation in story two, mind. Teresa is not an innocent tale let me tell you!
It was the story of Talcahuano which I enjoyed for the fact it really got to the heart of L A society.
“My whole life I thought that Talcahuano was a tough place, but the truth was, it was just sad”.
It’s vividly described by smell – it’s sooty, smells of fish and is ugly in every sense of the word. Yet I enjoyed being here, for it felt real, raw and the characters here along with the anonymous narrator gives this tale an eerie feel.
All in all, the stories are an eclectic bunch. While Talacahuano reveals a city, the story ‘Forgetting Freddy’ takes place in one small bathroom inside a woman’s thoughts. There’s the sense of a journey here; an emotional one, physical and across time and space. The effect is as mesmerising as it is moving. Some of the stories are stronger than others of course and one (or two) down right disturbing) but they hit the mark.
The stories range from bittersweet to sadness to emotional. There’s a huge raft of emotions here, tears and trauma. Even though we meet the characters for seconds, they seem so real and vibrant. Aunt Nana for example looks back over her life. There’s a sense of looking back, memories, flashbacks and dreams. Childhood and regrets are strong themes which build up to create a searing sense of life’s curve balls.
The stories on their own are interesting, but placed together, they really form a vivid picture of humanity, human emotions and of course humiliation.
Life is one messy experience.
aqilahreads's review
2.0
it started off pretty well but found myself skimming through some parts halfway through
abbie_'s review against another edition
dark
emotional
reflective
medium-paced
3.5
A solid collection with some great and some forgettable stories, all dealing with similar themes of, you guessed it, humiliation. There are fathers who lose their jobs, women forced to take jobs they consider ‘beneath them’ to make ends meet, people vying for the attention of others to feel validated, chance encounters with strangers and meetings with old friends. It’s wide ranging and I liked that.
My favourite stories were Last Vacation, Lucky Me and Talcahuano.
My favourite stories were Last Vacation, Lucky Me and Talcahuano.
Content Warnings
Moderate: Suicide attempt and Pedophilia
devinayo's review against another edition
4.0
Cerita-Cerita Hina memikat sejak awal dengan cerita "Hina Sekali", yang berpaku pada seorang ayah yang ditemani dua orang anaknya dalam perjalanan untuk mencari pekerjaan baru. Paulina Flores menilik dinamika keluarga dari sudut pandang anak, menampilkan efek dari kejadian-kejadian besar seperti kemiskinan dan PHK dari keseharian yang mesti dilewati sebuah keluarga.
Kehinaan atau kemuraman yang terjadi dalam cerita sebenarnya sangat gamblang, dan saya rasa setiap pembaca akan butuh berhenti sejenak untuk mengusap dada atau menghela napas ketika membaca kemirisan yang ada di halaman, lewat sikap-sikap naif dan riang anak-anak yang belum sadar tentang pahitnya hidup yang selama ini sudah mereka lalui.
Belum, karena memang akan ada titik yang menjadi penerangan dan memaksa anak-anak ini untuk menyadari betapa gelapnya situasi mereka. Ini tergambar dengan jelas di beberapa cerita, termasuk salah satu favorit saya "Liburan Terakhir". Seorang anak yang tidak punya ayah dan ditelantarkan ibunya diajak berlibur dengan seorang tante dan dua sepupu. Di tepi pantai, dia belajar membaca dan melihat dirinya sendiri --termasuk semua kesedihan dan penderitaan yang dia alami tapi tidak pernah sadari-- dari kacamata orang-orang yang mengasihi dan mengasihaninya.
Buku ini bukan jenis kumpulan cerita pendek yang bisa dibaca dalam cepat. Butuh banyak jeda dan ruang untuk bernapas di antara cerita karena bahasan-bahasannya yang memang tidak menyenangkan. Ketika membaca dua atau tiga cerita dalam sekali duduk pun, saya merasa bahwa cerita-cerita ini akhirnya menjadi saru. Bagaimana tidak, kalau semua membahas kegagalan keluarga, ayah-ayah yang brengsek atau tidak bisa bangkit dari kegagalan, dan ibu yang sudah menyerah dengan keadaan juga.
Membaca ini membuat saya berpikir bahwa mungkin, yang sesungguhnya paling hina dari cerita-cerita soal manusia adalah tentang bagaimana kita tidak pernah belajar berharap sejak awal, sehingga menolak uluran tangan dan terus menggenggam erat penderitaan kita masing-masing. Karena lebih dari apapun juga, beban inilah yang bisa dengan bangga kita anggap sebagai milik sendiri, tanpa bisa direbut oleh siapapun juga.
Kehinaan atau kemuraman yang terjadi dalam cerita sebenarnya sangat gamblang, dan saya rasa setiap pembaca akan butuh berhenti sejenak untuk mengusap dada atau menghela napas ketika membaca kemirisan yang ada di halaman, lewat sikap-sikap naif dan riang anak-anak yang belum sadar tentang pahitnya hidup yang selama ini sudah mereka lalui.
Belum, karena memang akan ada titik yang menjadi penerangan dan memaksa anak-anak ini untuk menyadari betapa gelapnya situasi mereka. Ini tergambar dengan jelas di beberapa cerita, termasuk salah satu favorit saya "Liburan Terakhir". Seorang anak yang tidak punya ayah dan ditelantarkan ibunya diajak berlibur dengan seorang tante dan dua sepupu. Di tepi pantai, dia belajar membaca dan melihat dirinya sendiri --termasuk semua kesedihan dan penderitaan yang dia alami tapi tidak pernah sadari-- dari kacamata orang-orang yang mengasihi dan mengasihaninya.
Buku ini bukan jenis kumpulan cerita pendek yang bisa dibaca dalam cepat. Butuh banyak jeda dan ruang untuk bernapas di antara cerita karena bahasan-bahasannya yang memang tidak menyenangkan. Ketika membaca dua atau tiga cerita dalam sekali duduk pun, saya merasa bahwa cerita-cerita ini akhirnya menjadi saru. Bagaimana tidak, kalau semua membahas kegagalan keluarga, ayah-ayah yang brengsek atau tidak bisa bangkit dari kegagalan, dan ibu yang sudah menyerah dengan keadaan juga.
Membaca ini membuat saya berpikir bahwa mungkin, yang sesungguhnya paling hina dari cerita-cerita soal manusia adalah tentang bagaimana kita tidak pernah belajar berharap sejak awal, sehingga menolak uluran tangan dan terus menggenggam erat penderitaan kita masing-masing. Karena lebih dari apapun juga, beban inilah yang bisa dengan bangga kita anggap sebagai milik sendiri, tanpa bisa direbut oleh siapapun juga.
dtcalledo_'s review against another edition
dark
emotional
mysterious
reflective
sad
tense
medium-paced
3.0