Reviews

Melangkah by J.S. Khairen

xingfu's review

Go to review page

5.0

Buku ini sebelumnya nggak termasuk ke dalam wishlist saya, tapi pas iseng baca, saya langsung “wah, gue suka nih buku yang kayak gini.”

Petualangannya digambarkan dengan seru, persahabatan mereka juga bikin saya terharu, saya suka buku/film yang persahabatannya hangat kayak di buku ini. Nggak nyesel baca sampai habis karena ceritanya berakhir dengan bagus!

abovethecloud's review

Go to review page

4.0

Sangat disayangkan karena tidak dijelaskan bagaimana cara Runa bisa sampai se hebat itu, dan malah fokus ke petualanga Aura dkk, padahal awalnya aku kira bakal fokus ke runa. But, overall lumayan sihh aku suka sama petualangannya dan plot twistnyaa, sangat page turner

juliaaz's review

Go to review page

adventurous challenging mysterious slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes

3.75

nonania's review

Go to review page

4.0

Mengisahkan empat bersahabat, yaitu Aura, Siti, Ocha, dan Arif, yang berangkat ke Sumba untuk berlibur. Aura, si perempuan asli Sumba, memang diperintahkan untuk pulang demi menerima pesan leluhur. Namun, setibanya di Sumba, mereka malah terjerumus dalam misi penyelamatan Nusantara dan harus mengalahkan Runa, dalang dari masalah yang mereka hadapi.

Menurut saya, buku ini merupakan kombinasi dari Grishaverse Trilogy-nya Leigh Bardugo dan cerita-cerita dari Marvel dalam balutan budaya Nusantara, dengan memuat silat dan adat Sumba dalam plot ceritanya. Anyway, bringing cultures into a fantasy-heroic story is such a fresh idea! The wild nature of Sumba and its savanna is very well described too!

Ketika cerita-cerita di Marvel terus membicarakan soal sains, buku J.S. Khairen ini mengangkat soal sosial-ekonomi dan sedikit sains–khususnya soal listrik, and it is unique. Namun, terlalu banyak istilah yang tidak begitu penting atau bahkan tidak tepat waktu. Bayangin, waktu di dalam gua yang bercabang, Arif, Siti, dan Aura sempat-sempatnya menghitung probabilitas mereka menemukan cabang gua yang benar. I mean, it isn’t even necessary. Entah 3 bersahabat ini lagi melakukan penelitian dan sambil mengingat uji probabilitas waktu lagi nyasar atau gimana, hanya penulis yang tahu. Jujur, terlalu banyak teori–apalagi di saat yang tidak tepat, malah membuat ceritanya sedikit membosankan.

Juga disematkan beberapa hal lain dalam melengkapi cerita, baik eksplisit maupun implisit, seperti parenting, hal yang berhubungan dengan psikologi (seperti Prisoner’s dilemma), kritik terhadap dunia politik, dan gambaran stigma orang-orang terhadap aparat.

Lalu, harusnya ada plot twist di buku ini. Akan tetapi, bagi saya, itu bukan twist, karena dari pertengahan cerita sudah tertebak, seperti siapa itu Rambu Tari dan apa hubungan antara Umbu Runa dan Rambu Aura. Dengan kata lain, jalan ceritanya jelas dan ‘terbaca’.

Last but not least, budaya adat Sumba tidak semuanya dijelaskan, padahal istilah-istilah Sumba lebih krusial dibandingkan istilah ekonomi untuk diangkat di buku ini. Penulis menjelaskan semua istilah ekonomi di sini dengan lengkap, seperti paradox of value dan intergenerational mobility, tetapi untuk istilah Uma Mbakul, Mamuli, dan hamayang malah sekadar disebutkan, sehingga pembaca harus membayangkan dan searching sendiri.

Secara keseluruhan, menurut saya penulisnya harus fokus terlebih dahulu mengenai aspek-aspek humaniora dan budaya apa saya yang harus diangkat yang berhubungan dengan cerita, sehingga ceritanya lebih terarah dan tidak ke sana-kemari. Terlepas dari kekurangan yang ada di buku ini–yang telah saya ulas dan sifatnya juga subjektif, jalan ceritanya tetaplah seru dan menarik. Can’t wait for the next book!

3.8 of 5! it’s recommended!

cornflovvers's review

Go to review page

adventurous challenging emotional funny mysterious sad fast-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

4.5

Bagus bgt. Kisah 4 sahabat yg dikemas secara manis. Sumba dijelaskan dengan jelas serasa kita berada di sana langsung

rianar's review

Go to review page

2.0

Tadinya aku berniat untuk menulis review buku ini. Tapi, menyelesaikan buku ini ternyata terlalu sulit. Padahal aku udah baca lebih dari setengahnya. Sejak pertama mulai tuh udah ada aja yang kurang cocok di aku. Kalau dari blurbnya sih emang menarik. Aku berani mulai baca juga karena alur ceritanya tampak menjanjikan.

Buku ini menceritakan ttg apa sih?

Jadi ada 4 orang mahasiswa Ekonomi yang mau liburan ke Sumba. Ceritanya libur habis ujian gitu. Nah, tiga org di antaranya ini sering ikut kompetisi silat. Sebenernya mereka cuma 3 sekawan, tapi karena mereka bertiga ini punya hutang ke Ocha, jadilah liburannya ber-4.

Punya hutang gimana?

Inilah hal pertama yang buat aku greget. Seperti yg aku tulis sebelumnya, 3 sekawan ini (Arif, Aura, dan Siti) sering ikut kompetisi silat, dan di sisi lain mereka masih mahasiswa. Kompetisi silat di masa-masa ujian, apalagi kalo tugasnya kelompok, apa yg akan terjadi? Udah pasti ujian mereka ketinggalan dong. Dan yg jadi korbannya itu Ocha karena sekelompok dg mereka.

Aku udh sebel bgt nih di sini

novi's review

Go to review page

Aku udah nggak sanggup nerusin baca buku iniiiii T-T Padahal aku sangat-sangat excited pas baca blurb-nya yang sangat menarik,  ingin sekali beli sampe kepikiran terus. Akhirnya beli lah. Kebetulan aku sedang ingin meng-explore buku-buku Indonesia yang membahas budaya Indonesia tapi secara seru dan light.

I really really wanna like this book, tapi dari halaman pertama, this book is really not my cup of tea. Di "kata pengantar" oleh penulis, aku baru tahu ternyata penulis buku ini bukan own voice. Si penulis bukan orang Sumba tapi menulis tentang Sumba.  Itu bukan hal yang salah, tapi sekarang aku sedang ingin membaca buku yang penulisnya own voices. Mungkin salahku ya karena ngga cari tahu dulu sebelum beli. Itu kekecewaan pertamaku. Lalu saat masuk ke cerita, it went dark right from the beginning. I'm not good with war stories. Perang itu selalu bodoh, termasuk perang yang ada di awal buku ini. Tapi aku terus baca, karena aku tahu bagian itu cuma prolog dan berharap nanti penulis akan mendiskusikan bahwa perang itu adalah sesuatu yang tidak perlu.

Tapiiii, masih di babak prolog (buku ini terbagi atas beberapa babak, "babak prolog" ini adalah Babak 1), tiba-tiba gaya bahasanya berubah. Yang awalnya agak seperti cerita rakyat (atau apa ya nama gaya ini tuh, aku juga agak bingung),  tiba-tiba  kita jadi kayak nonton sinetron pada saat scene ibu-ibu kaya raya datang ke pasar bersama anaknya, . It's all soooo caricaturish, jadi anaknya ngomong "aduh mamiiii, aku tuh harus belajar, kan aku sekolah di luar negeriiiii" dan mamanya ngomong "aduh mama tuh padahal udah bela-belain menolak didampingi sama bodyguard lho demi ditemenin belanja sama kamuuuu". Like.....why. Just why. If it was meant to be satire, it doesn't work.

Setelah itu muncul serangkaian kebetulan demi kelanjutan plot cerita dan seolah biar keren aja gitu. Gaya bahasa kembali ke gaya "resmi" lagi. Tapi itu tetap membingungkan buatku, karena tiba-tiba penulis memperkenalkan tokoh-tokoh baru tapi kayak buru-buru, cuma satu bab doang. Aku pribadi musti mengulang paragraf awal di "Episode 5 - Bocah Sumba" itu. Sorry for proofreading here, but the second sentence in that paragraph made it really confusing. Ini kalimatnya: "Elvia mengeluarkan tiga tiket pesawat. Aneh sekali, nama yang sama tertera di ketiga tiket itu." Di situ seolah yang merasa aneh adalah Elvia. Padahal jika kita teruskan membaca, kita akan tahu bahwa Elvia tidak akan merasa aneh soal itu. Karena dia yang beli itu tiket. Dia yang membagikan  itu tiket. I'm being annoying here tapi masih banyak hal-hal yang aneh dari dialog dan bahasa di buku ini, yang membuat aku nggak sanggup lanjut baca. Kalau soal cerita yang not my cup of tea itu masalah selera. Aku apresiasi premise-nya yang menarik dan mengambil topik silat yang nggak biasa. Tapi menurutku penulisan di buku ini bisa jauh lebih baik.

Maap ya rant aku belum selesaiiiii T-T Di babak 2, kita bertemu "empat sahabat" yang disebut di blurb. Sejauh yang aku baca, mereka kayak...nggak nyata? Masing-masing karakter dikasih 1-2 personality traits, lalu.... yaudah. Gitu aja. Mungkin di bab-bab selanjutnya bakal ada perkembangan dari karakter-karakternya ya, aku harap begitu. Karakter Ocha paling lumayan sih. Tapi tiba-tiba ada adegan sinetron lagi ala-ala Mean Girls. I was disappointed but not surprised. Lalu si Ocha ini tiba-tiba presentasi mata kuliah ekonomi di depan ketiga temannya like.....who talks like that in front of their friends in casual setting? Aku berasa baca buku pelajaran ekonomi yang trying too hard to be casual. Aku juga penasaran buku ini settingnya tahun berapa karena yang Ocha presentasikan adalah cara menipu eh maksudnya menjual kain tenun secara online tapi lewat website. Like did she really make a website from scratch to sell this ONE single thing?? That's too much work. If it's set around 2015s, isn't it easier to sell it from a marketplace?? Tapi aku nggak pernah belajar cara menipu orang ekonomi jadi tahu apa saya.

Expand filter menu Content Warnings

tikbook's review

Go to review page

3.0

Good story tapi penyampaian cukup kurang mengena di hati. Padahal ekspektasiku tinggi untuk novel ini karena baca dari blurbnya saja oke banget
More...