Reviews

Dansmeisje uit mijn dorp - trilogie by Ahmad Tohari

kangrantdanmei's review against another edition

Go to review page

dark emotional tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? No

4.5

bbildanainat's review against another edition

Go to review page

challenging emotional informative tense

4.5

maulidizikri's review against another edition

Go to review page

5.0

Wahh gila!!!
Aku menyesal karena lama banget anggurin buku ini, ternyata sebagus itu!!
Aku ga ikhlas sama ending ceritanya, aku mau Srintil hidup bahagia! Srintil berhak bahagia!!

mobyskine's review against another edition

Go to review page

4.0

Naskhah bertema tradisi, sosial dan kemasyarakatan ini diterbitkan pertama kali sekitar 1980an dalam bentuk trilogi dengan 3 judul berbeza namun edisi Gramedia ini telah satukan kesemuanya dalam satu novel dengan judul Ronggeng Dukuh Paruk sempena latar dan karakterisasi pada naratif yang berlegar sekitar desa kecil Dukuh Paruk dan Srintil, si penari ronggeng.

Eksposisi awalnya agak bagus. Penceritaannya deskriptif dan aku suka ambien latarnya yang klasik dengan suasana asli perkampungan, jalur tradisi dan perihal sosialisasi masyarakatnya. Kisah Srintil dari kecil sudah digarap dengan agak tragis dan di buku pertama segalanya bermula bila Srintil dikatakan mewarisi indang ronggeng sehingga dia diangkat menjadi seorang ronggeng seawal usia 11 tahun. Persahabatan Srintil dan Rasus, teman dari kecilnya jadi renggang setelah Rasus kecewa Srintil perlu melayan lelaki di pentas ronggeng atas alasan menuruti kehendak adat. Rasus bawa diri menjadi tentera di awal remajanya dan di sinilah karakterisasi Srintil mula dirundung dengan permasalahan psikologi dan drama keluarga yang agak intens.

Selitan kemelut politiknya sekitar gerakan 30 September dan pembantaian Indonesia 1965 agak ringan bagi aku namun eksplorasi dan impak tragedi pada latar dan karakternya amat menggugah emosi. Terkesan dengan nasib Srintil yang harus memula hidup baru selepas menjadi tahanan, masih diduga dengan ekspektasi masyarakat dan Nyai Kartareja yang mahu dia terus ‘menjual diri’ walaupun Srintil mahu pilih dan buat keputusan sendiri. Emosi dan mental Srintil makin parah di buku ke-3, perasaannya yang mahu menjadi suri dan ibu ditolak Rasus sehingga satu insiden di bahagian akhirnya menjerat depresi dan mental Srintil dengan teruk. Tertarik juga dengan karakter Rasus yang awalnya juga terjerat dengan masalah perasaan kerana membesar tanpa kasih seorang ibu. Satu bahagian naratif diberi perspektif Rasus jadi boleh faham lebih perinci kisah Rasus selain perasaan kasihnya pada Srintil juga tekanan emosinya yang tak dapat terima status Srintil yang menjadi ronggeng.

Naskhah yang agak bagus dalam mengangkat tema berkaitan tradisi, sosial, politik, psikologi, kedewasaan, hubungan kekeluargaan dan persahabatan. Refleksi ekonomi dan gaya hidupnya sesuai dengan perubahan zaman mengikut latar dan garis masa. Efisiensi bahasanya juga cukup teliti dan menarik bagi aku. Mungkin akan cari naskhah Ahmad Tohari yang lain pula nanti. 4.3 bintang untuk Ronggeng Dukuh Paruk!

lutfiantoalfi's review against another edition

Go to review page

challenging dark reflective sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.0

aandahh's review against another edition

Go to review page

adventurous dark emotional hopeful informative lighthearted mysterious relaxing sad slow-paced

4.5

any_green's review against another edition

Go to review page

emotional sad tense medium-paced

4.5

ativonmi's review against another edition

Go to review page

4.0

4/5⭐

3 buku dalam satu judul "Ronggeng Dukuh Paruk"
Jadi, enggak heran kalau lumayan panjang halamannya. Cerita tentang Ronggeng dan segala hal melekat padanya dijelaskan secara detail disini.

Terdapat banyak pov jadi lumayan beragam, dan tentunya makin banyak usaha yang saya lakukan untuk menjiwai khayalan saya tentang Dukuh Paruk dan segala isi orang-orangnya.

Kisah antara Rasus dan Srintil buat saya ikutan sedih. Dan setelah munculnya Bajus, saya pikir dia beneran laki-laki yang baik, nyatanya plot twist yang ada buat saya kaget. Terlebih endingnya yang beneran buat saya sedih. Beneran kaget, soalnya;(

Saya pikir sewaktu dibagian akhir masih terdapat klimaks yang saya harapkan, ternyata tidak

celinafaramitha's review against another edition

Go to review page

5.0

Dengan bangga saya mendeklarasikan diri sebagai penggemar Ahmad Tohari!!!!

Buku ini, adiktif. Saya merasa digiring dan tidak sempat memikirkan endingnya. Tapi disitulah kesukaan saya, plotnya benar-benar gak tertebak.

Saya membaca buku ini bertiga secara bergantian. Saya, Eko dan Niti.
Kami memiliki pandangan yang sama bahwa tokoh antagonis yang selama ini kita benci Nyai Kartareja, bukanlah tokoh jahat yang sebenarnya melainkan Rasus sendiri.

Bahasanya ringan sekali, tak perlu saya baca seratus kali paragraf yang sama seperti halnya saya sedang baca buku-buku Pram. Saya juga tak perlu utek-utek kamus bahasa Indonesia.

Buku ini adalah penyatuan trilogi Dukuh Paruk. Buku satu sudut pandang Rasus, buku dua sudut pandang orag ketiga serba tahu dan buku terakhir berubah-ubah sudut pandangnya diantara dua itu.

Seperti biasa Ahmad suka sekali mendeskripskan sesuatu secara detil. Saya habis-habisan memainkan "Sang Penari" di kepala menurut versi saya sendiri, hasil dari membaca novel ini. Sungguhlah saya telah temukan mahakarya.

Saya tak tahu harus menulis apa lagi.
Tapi ini salah satu buku yang harus kamu baca sebelum mati, apabilah tidak arwahmu mungkin gentayangan karena tidak afdol hidup di dunia ini (lebay)

radioslave's review against another edition

Go to review page

adventurous challenging dark emotional reflective sad tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

4.25

"Semuanya mengingatkan Sakarya akan sebatang pohon kelapa yang ditiup angin. Bila angin bertiup dari utara pohon itu akan meliuk ke selatan. Bila angin reda pohon itu tidak langsung kembali tegak, melainkan berayun lebih dulu ke utara. Seperti pohon kelapa itu; sebelum kehidupan kembali tenang lebih dulu harus terjadi sesuatu.”


The book immerses readers in the enchanting world of Indonesian village life, offering a poignant exploration of tradition, love, and societal norms.

Through the character of Srintil, the book provides a compelling glimpse into the complexities of rural existence and the struggles faced by individuals torn between preserving cultural heritage and embracing modernity. 

The book's strengths lie in its richly drawn characters and evocative storytelling, which transport readers to a bygone era filled with passion and drama. However, some critics have noted that the plot may unfold at a leisurely pace, and certain characters may conform to stereotypical roles. Additionally, the narrative may occasionally veer into predictable territory.

Nevertheless, the book remains a captivating read that offers valuable insights into Indonesian culture and the human condition. Its adaptation into a film further cements its status as a beloved classic in Indonesian literature.