Reviews

Murambi, the Book of Bones by Boubacar Boris Diop

dukegregory's review against another edition

Go to review page

3.0

This is a super informative novel about the Rwandan Genocide, and it's filled with images of unimaginable brutality. The first thirty pages had me feeling a bit unwell. It sickens you. But then the actual narrative begins with Cornelius, and let's just say that I found those sections a tad bland. I began to skim the last fifty pages, because it's all so didactic and discusses genocide in a pretty standard way. Echoes of the dead live on, genocide is not just a crime of the moment but a revelation of cultural dysfunction, the statistics are questioned even though the specifics do not really matter in the larger scope of things, etc. I think Diop expands this a bit by incorporating the postcolonial Rwandan reality, how France and non-African world powers would not come to the aid at the pleading of those in danger. Bleak. Regardless of its not particularly engaging style (which may be an issue of translation), it's worth a read.

blairmahoney's review

Go to review page

5.0

Utterly harrowing but also entirely necessary. You probably don't want to read this novel about the Rwandan genocide by Senegalese writer and journalist Diop, but also how can you not? It's a remarkable book. I read it in just over a day and it's probably the best way: like ripping off a band aid, albeit with the wound not healed.

seunghyunjee's review against another edition

Go to review page

4.0

4.75 stars!
/tw bloods, genocide, rape
Novel ini terlalu gila untuk tidak aku baca dan rekomendasikan pada kalian. Setelah selesai membaca novel ini, kemudian melihat dunia sedang carut marut, aku pribadi merasa gagal menjadi manusia. Memangnya kenapa? Karena di belahan dunia lain, untuk bisa menghirup napas saja, mereka ketakutan setengah mati...
.
Novel ini sudah ku antisipasi sejak tahun lalu, tapi baru kesampaian membaca awal tahun ini. Awalnya, ku pikir Murambi: Buku Tentang Tulang Belulang ini buku non fiksi yang akan menjabarkan bagaimana terjadinya Genosida di Rwanda dan ternyata aku salah. Ini buku fiksi yang menjadikan Genosida di Rwanda sebagai latar belakang penceritaannya. Di bagian awal, ada semacam catatan penulis, yang menceritakan mengapa buku ini harus hadir ke dunia dan juga dibaca oleh banyak orang. Genosida di Rwanda bukan hanya isapan jempol atau sebuah peristiwa geger yang perlu mendapatkan perhatian dari seluruh penjuru dunia, tetapi terjadinya Genosida di Rwanda, dengan korban nyaris 1juta orang terbunuh dalam waktu kurang dari 100 hari, merupakan sebuah kompleksitas pelik yang menjadi tanggung jawab banyak pihak. Dari bagian awal, aku akhirnya menyadari bagaimana hegemoni bangsa barat saat itu -terutama Prancis dan Belgia, benar-benar memberi dampak luar biasa di benua Afrika, termasuk di Rwanda.
.
Novel ini diceritakan dari sudut pandang beberapa tokoh "sentral" mulai dari kaum Hutu, kaum Tutsi, para korban "selamat" dan salah seorang Kolonel dari Prancis. Tiap tiap bagian yang diceritakan di novel ini, jujur saja, membuat aku amat ngeri dan juga mual, dan juga merasa gagal menjadi manusia. Negara-negara barat yg sempat menduduki Rwanda pada akhirnya membuat hubungan antar etnis -Hutu, Tutsi dan Twa, yang awalnya hanya sebagai "identitas" semata, kemudian berubah menjadi "ajang balas dendam". Ketika presiden Rwanda yg rasis bernama Grégoire Kayibanda naik jabatan, kekerasan terhadap Tutsi makin menjadi dan makin brutal. Pada awal tahun 1990an, harapan untuk meredakan konflik di Rwanda pernah memiliki asa, apalagi FPR (Front Patriotik Rwanda) sempat mengguncang stabilitas pemerintahan presiden Habayarimana dan memaksa beliau untuk menandatangani Perjanjian Arusha. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena pesawat yang ditumpangi presiden Habayarimana tertembak rudal. Sampai saat ini, tidak ada yang tahu siapa pelaku dari penembakan tersebut. Dan... Genosida yang jauh lebih mengerikan kemudian dimulai. Kurang dari 100 hari, Rwanda berubah menjadi neraka paling mengerikan di dunia. Para jagal ada di mana-mana, siap menghabisi para Tutsi yang masih berada di Rwanda.
.
Jangan pernah membayangkan bagaimana aku bisa bertahan ketika membaca bagian demi bagian yang menceritakan bagaimana mengerikannya para jagal saat itu. Mereka menggunakan golok untuk membunuh orang-orang. Mereka membiarkan para wanita hidup sedikit lebih lama agar mereka bisa menikmatinya secara bergilir sebelum kemudian dilenyapkan dari di dunia ini. Di buku ini, juga diceritakan bahwa ada tempat bernama Ntarama dan Gereja Nyamata yang menjadi saksi bisu kekejaman genosida di Rwanda. Tulang belulang para korban dibiarkan di seluruh sudut tempat itu sebagai salah satu cara untuk "bicara pada dunia" bahwa kekejaman di negeri itu pernah benar-benar terjadi dan seharusnya dunia bisa lebih memperhatikan mereka ketimbang menganggap sebagai sebuah "berita besar". Hatiku benar-benar mencelos saat membaca bagian ketika ada seorang mayat wanita yg dirawat sedemikian rupa dan kondisi mayat itu benar-benar membuatku hilang akal. Oh Tuhan, aku tidak menyangka manusia bisa jauh lebih jahat dari pada Iblis sekalipun!
.
Ntarama dan Gereja Nyamata bukan satu-satunya tempat yang menjadi saksi bisu kekejaman genosida di Rwanda. Di Murambi, tepatnya di sebuah Sekolah Teknik, pernah ada harapan bagi orang-orang Tutsi untuk tetap hidup, tapi ternyata itu hanya sebuah janji kosong dari seseorang yg katanya amat berpengaruh di Rwanda. Di Sekolah Teknik Murambi, para mayat juga dibiarkan untuk "bicara" pada mereka yang mendatangi Sekolah Teknik itu. Setelah pembantaian di Sekolah Teknik Murambi, pasukan Prancis melakukan Operasi Turqoise yang berniat "untuk melindungi" korban Genosida. Tetapi tentu saja, Prancis tidak melakukan itu secara cuma-cuma...
.
Membaca buku ini, ketika di belahan dunia lain sedang terjadi genosida tiada henti (bahkan di Sudan, Congo dan Armenia juga tengah terjadi hal serupa), membuatku makin sadar bahwa hal-hal semacam itu bisa terjadi pada siapa saja, pada kita sekalipun. Dunia ini ternyata terlalu jahat untuk ditinggali...
.
Murambi: Buku Tentang Tulang Belulang menjadi salah satu buku rekomendasi dariku yg wajib masuk ke to-be-read kalian. Membaca buku ini sama dengan mengakui fakta apa yang telah terjadi di Rwanda adalah buah dari hegemoni bangsa barat terhadap benua Afrika. Dengan membaca buku ini, aku pikir sama artinya dengan mendengarkan testimoni para penyintas.

lisbomb's review against another edition

Go to review page

challenging emotional hopeful informative inspiring reflective sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? No

5.0

firgreen's review against another edition

Go to review page

challenging dark emotional informative reflective sad tense

4.75


Expand filter menu Content Warnings

jackatnight's review against another edition

Go to review page

dark informative reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

5.0

tenhogui's review against another edition

Go to review page

5.0

"Queria dizer à moça de preto — assim como mais tarde aos filhos de Zakya — que os mortos de Murambi também sonham e que seu desejo mais ardente é a ressurreição dos vivos.

margot_meanders's review against another edition

Go to review page

dark slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

4.75

An important book. A book that opens your eyes. This is literature. 

Talks about the genocide of 1994 in Rwanda and its aftermath. Every page makes you uncomfortable. 

Expand filter menu Content Warnings

marinhein2000's review against another edition

Go to review page

dark informative reflective sad tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? No

2.0

cynthiak's review against another edition

Go to review page

5.0

Un excellent roman pour comprendre comment on a pu en arriver à massacrer 1 million de personnes en cent jours. Ecrit en 1998 par un auteur sénégalais, c'est un point de vue d'un écrivain africain qui met la distance nécessaire à la compréhension des rouages du génocide tout en honorant la mémoire des victimes par la narration de la tragédie.
La postface apporte des éclaircissement sur le processus d'écriture de ce roman.