Scan barcode
refrigeratorcool's review
5.0
A weekend read. Not long and not heavy. Really enjoyed reading this book.
goldxnrosee's review
adventurous
informative
sad
fast-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? It's complicated
5.0
titdoc's review
adventurous
dark
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? No
4.0
zrhmaida's review
adventurous
inspiring
medium-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Loveable characters? It's complicated
3.5
goguma's review
4.0
Honestly, Idk that much about Indonesia history. So this one feels like new one for me. A good book and page turner!
itzreibrary's review
2.0
Membaca buku ini, aku membayangkan seorang nenek renta sedang duduk di kursi goyangnya di sebuah panti jompo, bercerita tentang masa-masa kejayaannya dengan nada bahwa ia belum move on dari semua itu, kepada sesama penghuni panti (yang kesemuanya melepaskan alat bantu dengar mereka sementara ia bercerita).
Bila selama ini kisah kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara selalu berpusat di sekitar sang raja, kisah kali ini diceritakan melalui sudut pandang Ken Dedes, permaisuri Ken Angrok pendiri kerajaan Singasari. Dedes diceritakan sebagai gadis putri brahmana yang berkemauan keras dan pemberontak, berlatih memanah dan berkuda serta gemar membaca. Ia bahkan membentuk pasukan pemanah berkuda yang semuanya beranggotakan prajurit perempuan, dan turut andil dalam pemerintahan. Dan tentu saja, kecantikannya melegenda.
Sudut pandang Dedes kukira menjadi daya tarik utama buku ini. Pada masa itu, perempuan seperti Dedes konon langka. Sayangnya, aku merasa gaya bercerita Dedes terlalu berlebihan. Ia berulangkali mengatakan hal-hal seperti, "seandainya aku tahu kejadiannya begitu, aku pasti..." atau, "kelak di kemudian hari kecantikanku akan diabadikan...", atau setiap kali seseorang mengatakan sesuatu padanya selalu diikuti dengan narasi panjang tentang segala perasaan dan pemikirannya. Narasinya terlalu boros dan mendayu-dayu (kurasa mata-mata kerajaan tidak perlu menggambarkan betapa 'terik matahari memanggang punggung para bujangga' atau betapa 'surili dan lutung yang bergelantungan di pepohonan tiba-tiba waspada' saat melaporkan hasil pengamatan mereka). Aku juga tidak paham kenapa setiap percakapan harus dicetak miring padahal sudah dilengkapi dengan tanda baca. Yang paling kocak dan membuatku menggeleng tak percaya, ketika Dedes dalam keadaan koma rohnya melayang berjalan-jalan menyampaikan pesan dan memata-matai seperti Susie Salmon.
Selebihnya, buku ini cukup seru sih, dan menyegarkan ingatanku tentang kerajaan Kediri dan Singosari yang pernah kupelajari di SMP dulu. Aku cuma berharap Dedes tidak sebegitu cerewetnya. Baru mau dilahirkan saja sudah bawel.
Bila selama ini kisah kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara selalu berpusat di sekitar sang raja, kisah kali ini diceritakan melalui sudut pandang Ken Dedes, permaisuri Ken Angrok pendiri kerajaan Singasari. Dedes diceritakan sebagai gadis putri brahmana yang berkemauan keras dan pemberontak, berlatih memanah dan berkuda serta gemar membaca. Ia bahkan membentuk pasukan pemanah berkuda yang semuanya beranggotakan prajurit perempuan, dan turut andil dalam pemerintahan. Dan tentu saja, kecantikannya melegenda.
Sudut pandang Dedes kukira menjadi daya tarik utama buku ini. Pada masa itu, perempuan seperti Dedes konon langka. Sayangnya, aku merasa gaya bercerita Dedes terlalu berlebihan. Ia berulangkali mengatakan hal-hal seperti, "seandainya aku tahu kejadiannya begitu, aku pasti..." atau, "kelak di kemudian hari kecantikanku akan diabadikan...", atau setiap kali seseorang mengatakan sesuatu padanya selalu diikuti dengan narasi panjang tentang segala perasaan dan pemikirannya. Narasinya terlalu boros dan mendayu-dayu (kurasa mata-mata kerajaan tidak perlu menggambarkan betapa 'terik matahari memanggang punggung para bujangga' atau betapa 'surili dan lutung yang bergelantungan di pepohonan tiba-tiba waspada' saat melaporkan hasil pengamatan mereka). Aku juga tidak paham kenapa setiap percakapan harus dicetak miring padahal sudah dilengkapi dengan tanda baca. Yang paling kocak dan membuatku menggeleng tak percaya, ketika Dedes dalam keadaan koma rohnya melayang berjalan-jalan menyampaikan pesan dan memata-matai seperti Susie Salmon.
Selebihnya, buku ini cukup seru sih, dan menyegarkan ingatanku tentang kerajaan Kediri dan Singosari yang pernah kupelajari di SMP dulu. Aku cuma berharap Dedes tidak sebegitu cerewetnya. Baru mau dilahirkan saja sudah bawel.
hendriati's review
challenging
sad
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? N/A
- Strong character development? No
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? It's complicated
3.75
christin_ayu's review
adventurous
challenging
dark
inspiring
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? No
4.0