Reviews

Hujan by Tere Liye

nvtpages's review

Go to review page

4.0

Tentang persahabatan...
Tentang cinta...
Tentang melupakan...
Tentang persiapan...
Dan tentang hujan...

Aku suka dengan tema yang penulis suguhkan
Berlatar tahun 2040 dimana bencana besar melanda Bumi, hingga mengakibatkan perubahan iklim dan kehidupan yang signifikan.
Tokoh utama--Lail, berusaha bertahan hidup di tengah adanya bencana tersebut.
Bertemu dengan sosok anak laki-laki tangguh--Esok yang membantunya mengais harapan untuk hidup yang lebih baik, menerima kehilangan orang-orang tersayang akibat bencana tersebut.

Karena suatu hal, perpisahan diharuskan ada ditengah mereka. Namun hal tersebut tidak menyurutkan perasaan yang terus tumbuh di dalam hati.
Komunikasi tetap dilangsungkan, meski Lail merasa ada hal yang disembunyikan darinya.

Bertemu dengan sahabat yang bisa menerima dan memahaminya--Maryam, membuatnya bisa sejenak melupakan kekalutan dalam dirinya.
Petualangan seru dan meraih mimpi dilakukan bersama dengan sahabat terbaiknya.

Hingga kemudian rahasia besar itu terbongkar
Masing-masing dihadapkan dengan pilihan yang sulit..
Lail yang mulanya tidak menerima keputusan Esok, berencana ingin menghapus semua ingatan buruknya..
Namun tanpa disangka keputusan Esok tidak seperti yang dipikirkan Lail..
Seperti ucapan Maryam dan Elijah si Psikiater, Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan bisa melupakan.

Lail pun bisa menerima keputusan Esok, hidup bahagia bersama ditengah kemelut keadaan Bumi yang semakin memburuk.

"Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami."
Hal. 317

Endingnya aku rasa fair untuk semua tokoh.
Pesan yang penulis ingin sampaikan, sampai ke pembaca.
Tali persahabatan antara Lail dan Maryam di pilin dengan apik dan menarik oleh penulis, membuat kita senang dengan interaksi keduanya. Gambaran Lail saat meragu juga dituliskan dengan sangat baik. Sedikit banyak kita juga mendapat ilmu tentang per-ikliman dan cuaca dari buku ini.
Buku yang cukup menarik!

tadyreading's review

Go to review page

3.0

This book not for me. Aku ga tau kenapa banyak yang suka sama buku ini. Aku kurang suka sama perkembangan karakter nya terutama Lail. Lail dibilang berani menurutku karena dia ngikutin Maryam (kebanyakan tindakannya bukan inisiatif dia), belum lagi masalah gengsi nya dia. Astaga, agak frustasi liat konflik mereka cuma gara2 komunikasi

readcells's review

Go to review page

5.0

Huaaa akhirnya nemu juga buku yang bisa membuatku menitikan air mata:"
Ini di luar ekspetasi aku eh. Aku kira ini bakal bercerita tentang fiksi-fiksi biasa yang bersetting lokal trus yang beramanatkan tentang kehidupan gitu seperti beberapa buku Bang Tere. Ternyata, ini malah buku distopian-romance gitu wiiiih:D Setelah serial Bumi yang fantasi itu, buku ini membuktikan bahwa penulisnya sangat mahir menulis berbagai genre cerita. Dan, ide ceritanya itu, lho. Keren. Two thumbs! Banyak banget hal tak terduga, plot twistnya di sini dan sebagai seseorang yang suka plot twist aku senanggg! Walaupun plot twist di bab terakhir itu mengharukan juga dan sempet buat aku harus berhenti sejenak bacanya, ambil napas, menyiapkan hati yang lapang.........yang ternyata buat ending yang mantab soul itu:))) Pokoknya amat tidak mengecewakan, lah!

p.s: Quotes akan menyusul berhubung waktu aku baca nggak sempet menandai, jadi nanti bakal baca memindai nyari quotesnya.

yangmuliadiva's review

Go to review page

4.0

Sepertinya sasaran buku ini bukan aku :") Membaca buku ini, menurutku, agak sulit. Bahasa yang digunakan terlalu baku, pembahasan teknologi super canggih dan perubahan iklim ekstrem, serta interaksi antara Lail dan Esok menurutku kurang. Penggambaran Lail dan Esok di sini benar-benar... tertutup dengan perasaannya. Karena itu, aku tidak merasakan gregetnya. Aku bahkan jengkel sekali dengan Lail yang tidak berani menghubungi Esok. Amanat, yaa tersampaikan dengan baik; sebagai manusia sebuah kewajiban untuk menjaga alam, hilangkan keegoisan karena hanya akan membawa malapetaka, kesadaran dan peduli sosial itu penting (bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial, saling membutuhkan), kesabaran, kemampuan untuk menerima, dll.

"Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erar semua hal menyakitkan yang mereka alami." (hlm. 317)

"Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan." (hlm. 318)

tiareadsbooks25's review

Go to review page

4.0

4.3/5⭐️

❝Umat manusia sejatinya sama seperti virus. Mereka berkembang biak cepat menyedot sumber daya hingga habis, kemudian tidak ada lagi yang tersisa. Mereka rakus sekali.❞
—Page 16

❝Jangan pernah jatuh cinta saat hujan, Lail. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu.❞
—Page 200

❝Lail, kamu tahu kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?... Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.❞
—Page 201

❝Kamu tahu, Lail, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok.❞
—Page 205

❝Bagi orang-orang yang sedang menyimpan perasaan, ternyata bukan soal besok kiamat saja yang membuatnya panik, susah hati. Cukup hal kecil seperti jaringan komunikasi terputus, genap sudah untuk membuatnya nelangsa.❞
—Page 212

❝Tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar. Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian.... Hidup ini juga memang tentang menunggu. Menunggu kita untuk menyadari: kapan kita akan berhenti menunggu.❞
—Page 227-228

❝Hidup ini juga memang tentang menunggu, Lail. Menunggu kita untuk menyadari: kapan kita akan berhenti menunggu.❞
—Page 228

❝Orang kuat itu bukan karena dia memang kuat, melainkan karena dia bisa lapang melepaskan...❞
—Page 228

❝Ada orang-orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar menetap di hati, diterima dengan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak bisa dijelaskan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.❞
—Page 255

❝Bagian terbaik dari jatuh cinta adalah perasaan itu sendiri. Kamu pernah merasakan rasa sukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin paling canggih sekalipun. Bagian terbaik dari jatuh cinta bukan tentang memiliki. Jadi, kenapa kamu sakit hati setelahnya? Kecewa? Marah? Benci? Cemburu? Jangan-jangan karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta.❞
—Page 256

❝...sebenarnya hanya orang-orang kuatlah yang bisa melepaskan sesuatu, orang-orang yang berhasil menaklukkan diri sendiri. Meski terasa sakit, menangis, marah-marah, tapi pada akhirnya bisa tulus melepaskan, maka dia telah berhasil menaklukkan diri sendiri.❞
—Page 298-299

❝Bukan seberapa lama umat manusia bisa bertahan hidup sebagai ukuran kebahagiaan, tapi seberapa besar kemampuan mereka memeluk erat-erat semua hal menyakitkan yang mereka alami.❞
—Page 317

❝Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.❞
—Page 318

•••

Hujan merupakan cerita tentang persahabatan, cinta, perpisahan, melupakan, dan tentu saya tentang hujan. Hujan mengambil setting cerita di masa depan, sekitar tahun 2042-an. Cerita ber-genre science-fiction dengan sentuhan romance karya Tere Liye ini begitu memikat pembaca. Bahkan setelah beberapa kali membaca ulang buku ini, aku masih saya tenggelam dalam ceritanya.

Hujan berkisah tentang Lail, gadis berusia 13 tahun yang kehilangan ayah dan ibunya dalam bencana hebat yang terjadi hampir di seluruh dunia. Ia dapat selamat berkat pertolongan Esok—anak laki-laki berusia 15 tahun—yang menarik tas-nya di saat yang tepat. Keduanya pun selalu bersama melewati pasca bencana di tenda pengungsian. Dimana ada Elok, disitu pula ada Lail, vice versa. Hingga keduanya harus meneruskan kehidupan masing-masing. Lail harus tinggal di panti sosial, sedangkan Esok tinggal di rumah Wali Kota sebagai anak angkat.

Lail tumbuh sebagai anak yang kuat dan tangguh. Bersama dengan Maryam, sahabat dan teman sekamarnya, Lail mengajukan diri menjadi relawan. Bersama, mereka pun masuk sekolah keperawatan. Sedangkan Elok, harus pindah ke Ibu Kota demi melanjutkan pendidikan di salah satu universitas terbaik untuk dapat menjadi ilmuwan. Waktu terus bergulir dan intensitas pertemuan mereka pun semakin terbatas. Namun perasaan itu muncul dalam diri Lail. Mampukah Lail menunggu dalam diam?

Hujan menjadi salah satu buku Tere Liye yang amat berkesan untukku. Alurnya yang maju mundur dan cukup lambat, membuat pembaca terhanyut dalam setiap untaian cerita Lail dan Esok. Pada beberapa bagian cerita, aku sangat terenyuh merasakan kepedihan yang dirasakan Lail. Apalagi perasaannya kepada Esok yang telah di luar jangkauannya.

Layaknya karya Tere Liye lainnya, Hujan pun hadir dengan pesan yang amat mendalam. Kali ini, pesan yang ingin disampaikan Tere Liye yaitu tentang penerimaan. Menerima segala hal yang menyakitkan, bukan malah melupakannya, apalagi menghapusnya. Luka itu harus dipeluk dengan erat lalu diajak berdamai. Jika kita sudah melaluinya, kita akan bisa merasakan kebahagian yang sesungguhnya.

jdhwnn's review

Go to review page

4.0

“Kamu tahu, ciri-ciri orang yang sedang jatuh cinta adalah merasa bahagia dan sakit pada waktu bersamaan. Merasa yakin dan ragu dalam satu hela napas. Merasa senang sekaligus cemas menunggu hari esok.”

Awalnya saya suka dengan novel ini, tapi setelah membaca untuk kedua kalinya kok malah jadi kesal ya?

Hujan adalah novel karya Tere Liye yang pertama kali saya baca. Saya nggak ngira kalau novel dengan genre sci-fi, romance ini akan membuat saya ketagihan membaca karya beliau yang lain. Seperti pepatah yang mengatakan jangan menilai buku hanya dari cover atau judul saja, berlaku pula dengan novel ini. Hujan, firasat saya sih kisah nya akan klise seperti kisah anak indie pada umumnya. Dengan segala filosofi kopi, cinta, air mata dan tak lupa hujan. Tetapi, deskripsi pada bab awal mendobrak ekspektasi saya dengan jelas bahwa ini bukan hanya persoalan cinta menye anak remaja.

Mengambil latar pada tahun 2050-an, dengan penggambaran futuristik, dan masalah populasi manusia meningkat. Lail, seorang anak berumur 13 tahun yang hendak pergi ke sekolah di hari pertamanya malah mengalami kejadian naas dengan kehilangan kedua orang tua akibat bencana gunung purba yang meletus. Di tengah pergumulan dari rasa terpuruk, duka, lara, bingung, serta putus asa, seorang anak lain bernama Esok menuntun nya untuk beranjak dari kesedihan, menemani dan bercanda laiknya kakak-beradik. Hingga mereka tumbuh dewasa, berpisah, sibuk dengan kepentingan masing-masing sambil memendam benih perasaan yang lama-kelamaan menjadi buah awal dari kesalah pahaman, sakit hati, dan berakhir ingin melupakan.

Novel Hujan dan mungkin beberapa novel lain setidaknya sering memberitahu pada kita bahwa sebenarnya, jika kamu bisa mengatasi persoalan sensitif mengenai perasaan ini, tidak akan berakhir dengan sakit hati. Hubungan antar manusia dengan manusia lain itu nggak bisa hanya diasumsikan oleh diri sendiri, menebak-nebak. Nah, bagaimana jika dari awal mereka mengkomunikasikan semua itu, tentang kesibukan mereka, tentang perasaan mereka? bisa sih, tapi mungkin cerita ini nggak akan ada atau jika ada-pun, saya nggak bisa dapet amanat seperti ini dan nggak bisa menulis review nya kayak gini.

Lalu bagian mana yang membuat saya kesal? saya kesal karena banyak sekali padanan kata yang diulang, rasanya seperti setiap kalimat atau paragraf harus menggunakan kata tersebut yang membuat saya jadi kehilang fokus dalam membaca, kadang saya menggerutu, "Iya tau kok tau, kenapa kata yang ini harus diulang lagi sih, kan udah diceritain itu sebelumnya, ini udah ke empat kalinya diulang loh, capek banget."

Tapi overall, itu hanya satu kekesalan dari jumlah tak terbatas sukanya saya dengan novel ini, kepinggirkan dulu masalah kata yang diulang. Narasi yang ditulis oleh beliau serta ide, dan emosi yang terkandung dalam novel ini patut untuk dilirik, bukan hanya mengenai cinta dua anak remaja, tetapi juga persahabatan yang solid Lail dengan Maryam, masalah global mengenai bencana iklim, teknologi canggih yang memudahkan serta membuat para manusia malah jadi saling menyombongkan diri juga egois, serta sedikit gelak tawa dari percakapan dan tingkah laku tokoh, terutama Maryam. Jika dibandingkan dengan kisah percintaan Lail, Esok, saya lebih tertarik dengan deskripsi bencana alam yang Tere Liye kisahkan. Debaran yang dirasakan sangat nyata, hingga rasanya nggak sabar untuk membalikan halaman, saya sempat berpikir apakah kisah ini sebelumnya memang pernah ada dan benar terjadi di bumi? bagaimana jika gunung purba yang hingga kini masih ada tiba-tiba meletus, apakah keadaan akan sama dengan apa yang diceritakan novel Hujan atau bahkan lebih parah?

Anwy, sosok seperti Esok agaknya nggak akan bisa ditemukan di dunia nyata, pintar, baik hati, sedikit romantis dan bikin capek banget tiap hari digantungin perasaannya kayak jemuran.

shanya's review

Go to review page

3.0

“Tetapi sesungguhnya, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.”
— Halaman 308.

narasthetic's review

Go to review page

5.0

Gilaaa nih buku bagus amat

linnlibrary's review

Go to review page

adventurous challenging emotional inspiring sad tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? No

4.5

lilalayachi's review

Go to review page

4.0

Seperti kebanyakan buku Tere Liye yang lain. Ketika sudah memulai membaca, gak bisa berhenti, harus sampe selesai. Dan Hujan pun demikian.
Sebenarnya saya kasih nilai 4.5/5 tapi lebih rela pembulatan ke bawah daripada ke atas, jadilah saya kasih bintang 4.
Cerita? Tere Liye selalu bisa membuat cerita yang keren. Banget.
Karakter? Duh suka banget sama Esok. Tapi gemes banget sama Lail. Lebih tepatnya interaksi antara Esok-Lail sih. Like pengen teriak "Ya Allah, mbok ya udah jujur aja. Mah ngopo tho. Gemes banget aing" semacam itu. And I wish I have a (best)friend(s) like Maryam. I really wish sosok Maryam beneran real di dunia nyata saat ini.
Quote? Ku ingin menangis baca novelnya, banyak quote keren, Ndes. Banyak yang kena juga di hati. Mungkin karena pengalaman pribadi (hmmm)
Apalagi ya? Gak ada sih dan seperti biasa review saya mah gak mutu (hahaha) But just me ya mungkin, tapi I feel so much Interstellar and (in the end of story) Inside Out di Hujan ini (hmmm)
Intinya worth it lah panik heboh pas tau Hujan terbit tapi belum beli dan pas dah beli langsung begadang buat nyelesaiin.
Terimakasih untuk (sekali lagi) bacaan yang berkualitasnya, Tere Liye.