Reviews

Bukan Pasar Malam by Pramoedya Ananta Toer

senandika's review

Go to review page

emotional sad fast-paced

3.75

sunfleurbelle's review

Go to review page

dark emotional reflective sad fast-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes

5.0

tsundokureads's review

Go to review page

reflective sad fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? N/A
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? N/A

5.0

scyenna's review

Go to review page

5.0

Salah satu buku Pram yang paling mudah untuk dibaca, namun tetap memikat dan menyentuh hati pembaca. Sebagai orang yang tidak suka membaca novel berbahasa Indonesia, buku ini merupakan satu-satunya buku yang bisa saya nikmati tanpa harus sesekali mencari terjemahan Bahasa Indonesia modern untuk mengertinya. I read it in one sitting, and the chapters are relatively short compred to Pram’s other works.

ghaidaps's review

Go to review page

5.0

Hancur banget rasanya baca ini. Ditambah ini buku peninggalan alm. ayah saya. Beberapa kali pas baca menitikkan air mata. Lucunya kondisi politik pada saat itu masih relate sama kondisi politik saat ini.

"Mengapa kita harus mati seorang diri? Lahir seorang diri pula? Dan mengapa kita ini harus hidup di satu dunia yang banyak manusianya? Dan kalau kita sudah bisa mencintai seorang manusia, dan orang itu pun mencintai kita—mengapa kemudian kita harus bercerai-berai dalam maut. Seorang. Seorang. Seorang. Dan seorang lagi lahir. Seorang lagi. Seorang lagi. Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti pasar malam."

ratihlatifah's review

Go to review page

5.0

Buku ini tentang pilu, sendu, yang dihadapi seorang anak laki-laki beristri, mantan tentara muda revolusi yang dikabari bahwa ayahnya sakit keras (TBC) di Blora. Ia pulang kampung dengan digelayuti kekalutan rasa bersalah melihat keadaan ayah dan adiknya, serta rumahnya--juga seluruh penghuninya--yang sudah rapuh hingga sang ayah akhirnya menemui ajal.

"Hidup ini, Anakku, hidup ini tak ada harganya sama sekali. Tunggulah saatnya, dan kelak engkau akan berpikir, bahwa sia-sia saja Tuhan menciptakan manusia di dunia ini." (Hal.48)

Kalimat ini begitu menderu-deru menekan hatiku. Aku ingin mengangguk tajam. Hidup ini tak lebih dari sekadar derita.

"Mengapa kemudian kita harus bercerai-berai dalam maut. Sorang. Seorang. Seorang. Dan seorang lagi lahir. Seorang lagi. Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti Pasarmalam." (Hal.95)

Buku ini begitu menggambarkan kegelisahan hati seorang anak yang menyaksikan ayahnya sekarat. Menyayat hati.

marinazala's review

Go to review page

4.0

** Books 165-2014 **

"Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang.. seperti dunia dalam pasar malam. seorang-seorang mereka datang.. dan pergi. dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana"

Itulah yang tertulis di belakang cover buku ini yang mengisahkan tentang seorang anak revolusi yang harus pulang ke Blora menengok ayahnya yang jatuh sakit karena TBC. Ia merasa menderita dan tertampar melihat kenyataan bahwa rumahnya dan penghuninya telah berubah.. ya Ayahnya dulu pernah menjadi guru tapi kalah dan gagal dalam lapangan politik.. dan adik terkecilnya yang meninggal.. adiknya yang sedang menderita sakit.. kemiskinan yang melanda mereka dan rumah tua yang seakan hendak roboh tergerus oleh zaman..

"Tapi sesungguhnya begitu Ayah Tuan jatuh sakit oleh kekecewaan -kecewa oleh keadaan yg terjadi sesudah kemerdekaan tercapai. rasa2 nya tak sanggup lagi ia melihat dunia kelilingnya yg jadi bobrok itu -bobrok dengan segala akibatnya. Mereka yang dulu jadi jenderal di daerah gerilya, mereka yang tadinya menduduki kedudukan-kedudukan penting sebelum Belanda menyerbu, jadi pemimpin pula di daerah Gerilya dan jadi bapak rakyat sungguh2. Dan bukan tanggung2 lagi ayah tuan membela kepentingan merdeka itu. Tapi kala kemerdekaan telah tercapai, mereka itu sama berebutan gedung dan kursi.."halaman 102

Buku ini SANGAT BAGUS! Sederhana, padat tapi mengena entah kenapa saat saya menyelesaikan buku ini ada rasa sesak yang menyelumuti hati saya.. sesak, sedih dan pedih yang rasakan. Buku ini sukses membuat saya menjadi "gloomy" malam ini... ada yang mengatakan bahwa buku ini adalah salah satu luapan hati dari Pramoedya Ananta Toer yang sempat ditahan dan ini adalah salah satu buku kisah beliau dan ayahnya.. buku ini layak saya berikan 4,3 dari 5 bintang!

*gloomynya makin menjadi-jadi mendengar lagu2 Yoshiki Classical - Live in London Royal Festival Hall 2014*
More...